OPM Wajib Diberantas Karena Jadi Sumber Penderitaan Rakyat
Oleh: Brian Heremanu
Organisasi Papua Merdeka (OPM) selama bertahun-tahun telah menjadi sumber ketidakstabilan di wilayah Papua, merongrong perdamaian, dan menjadi penyebab utama penderitaan rakyat. Dalam perjuangannya yang mengatasnamakan kemerdekaan, OPM justru berbalik menjadi momok yang menghancurkan kesejahteraan dan kehidupan masyarakat Papua sendiri.
Kekerasan, teror, hingga pembunuhan yang dilancarkan oleh kelompok ini tak hanya merugikan pemerintah, tetapi yang paling parah adalah berdampak pada rakyat kecil yang seharusnya mereka perjuangkan. Oleh karena itu, OPM harus diberantas demi masa depan yang damai dan sejahtera bagi seluruh masyarakat Papua serta integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Berbagai aksi kekerasan yang dilakukan oleh OPM telah berdampak sangat luas dan mendalam. Aksi-aksi ini bukan hanya merugikan secara materi, tetapi juga memicu trauma dan ketakutan di kalangan masyarakat Papua. OPM juga kerap kali melakukan teror terhadap warga sipil yang dianggap sebagai kolaborator pemerintah atau yang mereka anggap tidak mendukung perjuangan mereka.
Kelompok-kelompok bersenjata ini menyerang kampung-kampung, membakar rumah, dan bahkan membunuh warga tanpa alasan yang jelas. Ironisnya, dalam berbagai aksi kekerasan, kelompok OPM sering kali menggunakan rakyat Papua sebagai tameng atau alat propaganda mereka, padahal tindakan ini justru semakin memperburuk kondisi sosial dan ekonomi di Papua.
Kali ini, OPM dikabarkan kembali melakukan teror tindakan kekerasan menembak mati seorang pedagang alat tulis kantor (ATK), bernama Jamaludin alias Daenf Eppe (51). Kronologi penembakan berawal saat Jamaludin sedang bekerja di depan laptop sembari menonton TV bersama istrinya, Daeng Ngembong. Pada saat itu, kondisi pintu kios ATK korban yang terletak di Jalan Trans Papua, Distrik Pagaleme, masih dalam keadaan terbuka. Istri korban, Daeng Ngembong, melihat seorang warga yang tidak dikenal (OTK) mondar-mandir di depan kios, tiba-tiba terdengar bunyi tembakan sebanyak 2 kali yang mengarah ke suaminya, Jamaludin.
Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol Ignatius Benny Ady Prabowo membenarkan, penembakan tersebut, dan mengatakan bahwa setelah menerima informasi penembakan, aparat Polres Puncak Jaya melakukan olah TKP dan memeriksa saksi-saksi di lokasi kejadian guna mengidentifikasi pelaku dan motif kekerasan menggunakan senjata api yang menyebabkan korban meninggal dunia.
Sementara itu, Kapolres Puncak Jaya, AKBP Kuswara mengatakan bahwa, sebelum penembakan terjadi, saksi melihat ada 2 orang berdiri di depan kios dengan gerak-gerik yang mencurigakan. Kemudian saksi menyuruh korban untuk menutup kios, tetapi tidak dihiraukan oleh korban. Adapun menurutnya, pasca penembakan situasi keamanan di Kota Mulia, Puncak Jaya masih aman terkendali. Aparat Polres Puncak Jaya meningkatkan patroli dan kewaspadaan guna mengantisipasi tidak terjadi gangguan keamanan yang sama oleh OTK.
Selang beberapa hari, pelaku penembakan berhasil ditangkap oleh Tim Satgas Damai Cartenz. Kepala Operasi Satgas Damai Cartenz-2024, Brigjen Faizal Ramadhani mengatakan pihaknya telah berhasil mengamankan DPO KKB Puncak atas nama Mairon Tabuni alias Solikin. Yang bersangkutan terlibat dalam kriminal penyerangan dan penembakan warga sipil di Ilaga Kabupaten Puncak. Nama Mairon Tabuni juga sempat masuk dalam daftar pencarian orang alias DPO setelah menyerang hingga menembaki pedagang pada bulan Mei 2024.
Konflik yang dipicu oleh OPM tidak hanya mengorbankan jiwa dan harta, tetapi juga menghambat kemajuan Papua secara keseluruhan. Berbagai proyek pembangunan yang direncanakan pemerintah pusat untuk meningkatkan kesejahteraan masyrakat, termasuk pembangunan infrastruktur, layanan kesehatan, dan pendidikan, terhenti atau terhambat akibat aksi teror OPM. Pembangunan jalan trans-Papua, misalnya, merupakan proyek yang sangat vital bagi masyarakat Papua yang selama ini kesulitan mengakses berbagai kebutuhan dasar akibat keterbatasan infrastruktur. Namun, dengan seringnya terjadi serangan terhadap para pekerja, proyek ini mengalami keterlambatan yang merugikan semua pihak, terutama masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman.
OPM juga sering kali menggunakan isu-isu kesenjangan sosial dan ekonomi sebagai bahan bakar propaganda mereka. Mereka mengeksploitasi fakta bahwa Papua memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi, akses pendidikan yang rendah, dan infrastruktur yang terbatas sebagai bukti ketidakadilan dari pemerintah pusat. Namun, jika dilihat lebih dekat, justru tindakan kekerasan dan teror yang dilakukan OPM inilah yang memperparah situasi tersebut. Akibat aksi-aksi mereka, banyak program pembangunan terhenti, investor asing ragu untuk masuk ke Papua, dan masyarakat menjadi takut untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.
Dalam konteks hukum, keberadaan OPM sudah lama dianggap sebagai ancaman terhadap kedaulatan NKRI. Tindakan-tindakan mereka yang melanggar hukum, seperti pembunuhan, penculikan, dan terorisme, harus ditindak tegas. Pemerintah melalui aparat keamanan telah berusaha keras untuk memberantas OPM, namun upaya ini tidaklah mudah karena medan yang sulit serta dukungan logistik yang didapatkan kelompok tersebut dari berbagai pihak yang memiliki kepentingan tertentu. Meski demikian, keberhasilan operasi-operasi penumpasan yang dilakukan oleh TNI dan Polri menunjukkan bahwa pemerintah serius dalam menghadapi ancaman ini.
Selain itu, peran serta masyarakat Papua sendiri sangat penting dalam upaya pemberantasan OPM. Pemerintah perlu mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam proses pembangunan, serta membangun kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat Papua. Dengan keterlibatan aktif masyarakat, perjuangan melawan OPM tidak hanya akan menjadi tugas aparat keamanan, tetapi juga tugas bersama seluruh elemen masyarakat.
.
)* Penulis adalah Redaktur Media Pemuda Papua Berjaya