Oleh : Zakaria
Koalisi aksi menyelamatkan Indonesia tidak sesuai dengan namanya. Karena mereka tak berniat menyelamatkan negeri ini. Namun justru menjerumuskan banyak orang dengan menyebar hasutan ke media sosial. Sehingga banyak yang mau berdemo untuk tolak omnibus law. Padahal materi yang digunakann untuk diprovokasi hanya berita palsu.
Indonesia saat ini masih rawan hoax karena derasnya arus informasi. Sehingga ada yang tidak tahu bahwa berita yang dibaca valid atau malah palsu. Penyebab lain dari peredaran berita palsu ini adalah minimnya kemampuan literasi. Ada orang yang bisa membaca tapi tak memahaminya lebih lanjut. Bahkan hanya membaca judul lalu menyimpulkan sendiri.
Kelemahan orang Indonesia inilah yang dimanfaatkan baik-baik oleh KAMI. Mereka sengaja menyebarkan hoax tentang omnibus law. Tujuannya agar rakyat percaya, lalu berbalik melawan pemerintah. Masyarakat jadi panas dengan hasutan KAMI, lalu mengadakan demo di depan gedung DPR RI sampai berkali-kali. Juga mendukung para buruh dan mahasiswa untuk berunjuk rasa.
Akhirnya KAMI kena batunya saat ada 8 anggotanya yang tertangkap. Saat petinggi KAMI Medan dicokok aparat, terungkap fakta mengejutkan. Ia dan segenap anggotanya berusaha memprovokasi rakyat agar tak hanya berunjuk rasa, tapi juga bertindak beringas. Tujuannya agar massa yang mengamuk itu bisa dihasut agar memakzulkan presiden. Persis seperti reformasi 1998.
Skenario makar ini sangat mengerikan, andai benar-benar terjadi. Karena yang dirusak tak hanya gedung DPR RI, namun juga toko dan pusat perbelanjaan. Mall tak hanya dihancurkan tapi dijarah isinya. Kebakaran di mana-mana. Semua ini mirip dengan kejadian tahun 1998 yang akan dinostalgilakan oleh KAMI. Padahal hal ini menimbulkan trauma bagi banyak orang.
Percakapan mengenai hasutan yang akan disebarkan itu terdapat di sebuah grup WA. Dari obrolan tersebut, ada beberapa macam hoax yang akan di-share oleh para anggota KAMI. Mulai dari tuduhan bahwa gedung DPR RI boleh diserbu pendemo karena isinya adalah para maling. Padahal di era Presiden Jokowi (sejak 2014) korupsi sudah dibabat habis-habisan.
Anggota KAMI juga akan menyebarkan hoax mengenai klaster investasi yang ada di omnibus law. Memang pemerintah Indonesia memudahkan masuknya investor asing ke Indonesia. Namun mereka menyebarkan isu SARA karena yang akan masuk adalah investor dari RRC. Padahal tak hanya investor asing, namun investor lokal juga dimudahkan untuk menanamkan modal.
KAMI sengaja mengangkat isu investor karena ada sebagian kecil orang yang takut mendengar kata ‘asing’. Seakan-akan yang datang dari negeri lain selalu berkonotasi negatif. Investasi juga tidak bisa disamakan dengan penjajahan atau perbudakan. Karena perusahaan penanaman modal asing hanya bisa memiliki maksimal 49% saham.
Hasutan lain yang disebarkan oleh mereka adalah kewajiban membawa bom molotov. Ini adalah provokasi paling gila, karena KAMI mendorong pendemo untuk membawa benda berbahaya. Apalagi cara membuat bom molotov relatif lebih mudah daripada senjata lain, dan bahannya bisa didapatkan di toko kimia.
Jika KAMI berteriak mengapa anggotanya ditangkap, maka ini adalah drama paling menjengkelkan. Bagaimana bisa mereka playing victim sedangkan kesalahannya sangat besar? Sudah merencanakan makar, membawa benda berbahaya, berpotensi melukai orang lain, masih merasa tak berdosa. Sungguh terlalu.
Masyarakat jadi heran, gemas, dan antipati terhadap KAMI. Lebih baik singkatannya diganti jadi koalisi aksi makar, karena tidak ada tindakan nyata dari mereka untuk selamatkan Indonesia. Kebencian mereka yang subjektif membuat rencana-rencana gila keluar dan membahayakan banyak orang.
Jangan ada lagi kalangan yang mempercayai KAMI karena mereka semakin memanfaatkan kepintarannya. Sayangnya tidak dalam bidang yang benar, namun otaknya digunakan untuk memprovokasi orang lain. serta membuat hasutan dan menyebar hoax di media sosial dengan semena-mena.
Penulis adalah warganet tinggal di Bogor