Oleh : Iwan Kurniawan
Protokol kesehatan yang paling sederhana seperti memakai masker kain di tempat umum masih sering dilanggar masyarakat. Hal ini membuat pemerintah berencana memberi denda dan sanksi sosial bagi orang yang tidak menaati protokol. Sehingga mereka kapok dan tidak mengulangi perbuatannya yang merugikan.
Sejak awal pandemi covid-19 kita sudah diwanti-wanti untuk menaati protokol kesehatan seperti memakai masker kain ketika di luar rumah, rajin cuci tangan, jaga jarak, dan lain-lain. Meski sudah memasuki adaptasi kebiasaan baru, aturan ini masih harus dilakukan. Karena makin banyak orang tanpa gejala yang sakit tapi tak kelihatan, dan bisa menularkan corona.
Sayangnya masih banyak masyarakat yang bandel. Mereka menganggap memakai face shield sudah aman dari virus. Namun lupa bahwa WHO menjelaskan bahwa corona bisa menular lewat udara, sehingga masih wajib pakai masker kain. Orang yang pakai masker tapi melorot ke dagu juga banyak, bahkan ada 1 masker yang dipinjamkan untuk banyak orang.
Pemerintah merasa gemas terhadap tingkat ketertiban masyarakat yang rendah dalam menaati protokol kesehatan. Presiden Joko Widodo mengungkapkan penemuan bahwa di 1 daerah, hanya ada 30% masyarakat yang pakai masker. Hal ini sangat miris, karena bisa menaikkan potensi penyebaran corona. Oleh karena itu perlu ada sanksi dan denda bagi pelanggar.
Presiden berencana menerbitkan Inpres untuk menertibkan masyarakat. Jadi ketika ada pelanggar protokol kesehatan yang kena sanksi, ia tak bisa melawan. Karena sudah ada payung hukumnya. Namun sanksi juga tergantung dari kesalahan yang dibuat. Dan besaran dendanya ditentukan oleh gubernur di daerah masing-masing, sesuai dengan kearifan lokal.
Sebenarnya para gubernur juga sudah membuat peraturan tentang sanksi bagi pelanggar protokol. Anies Baswedan, gubernur DKI Jakarta menyatakan bahwa orang yang tak pakai masker harus bayar denda 250.000 rupiah, dan uang itu akan masuk ke kas daerah. Jika tak mau bayar, maka ia harus rela kerja sosial berupa menyapu jalan atau membersihkan pasar.
Ridwan Kamil, gubernur Jawa Barat, juga memberi sanksi kepada orang yang tak pakai masker. Hanya saja dendanya 150.000 rupiah. Namun pada awal masa sosialisasi aturan, para pelanggar hanya diberi teguran dari petugas yang berwenang.
Mengapa harus ada sanksi dan denda bagi pelanggar protokol kesehatan? Menurut Presiden Joko Widodo, masyarakat tidak memiliki kesadaran untuk mengenakan masker dan jaga jarak. Jadi harus diberi sanksi. Juga sebagai efek jera kepada para pelanggar agar tidak mengulangi perbuatannya. Mereka tentu malu saat harus menyapu dan mengerjakan kerja sosial lain.
Uang denda juga dipastikan langsung masuk ke kas pemerintah daerah dan tidak dikorupsi petugas. Jadi masyarakat percaya dan tidak akan takut terkena pungli dari calo. Karena di era Presiden Jokowi, praktek seperti ini sudah dilarang.
Menurut Dokter Reisa Broto Asmoro, keefektifan pemakaian masker kain hanya bisa terjadi jika minimal 70% masyarakat memakainya. Jadi masker masih wajib dipakai, dan jangan diturunkan ke dagu. Memakai masker tak hanya melindungi diri sendiri dari serangan corona, tapi juga orang lain. Karena bisa mencegah penularan droplet berisi virus covid-19.
Oleh karena itu kita masih harus pakai masker. Dengan adanya sanksi sosial dan denda, diharap masyarakat akan tertib memakainya. Lagipula, harga masker kain sangat murah. Apalagi sekarang ada macam-macam jenisnya, mulai dari masker scuba, masker untuk anak, sampai masker yang berhias bordir dan bros. Jadi pelindung diri sekaligus item fashion terkini.
Sanksi dan denda bagi pelanggar protokol kesehatan akan dijelaskan dalam Inpres. Masyarakat harus rela kena hukuman ketika lalai tidak memakai masker. Semua ini dilakukan agar mereka lebih tertib. Karena protokol kesehatan sebenarnya dibuat demi keselamatan kita bersama.
Penulis adalah kontributor Pustaka Institute