Saat ini Indonesia tengah dihadapkan dengan dua bencana alam sekaligus. Pertama bencana yang disebabkan oleh manusia. Kedua bencana yang disebabkan adanya campur tangan manusia dengan alam. Bencana yang disebabkan manusia tidak ada hentinya, terjadi secara terus-menerus, akibat dari perilaku manusia yang tidak ada putusnya menyebabkan bencana di Indonesia semakin memburuk. Bencana kedua yang disebabkan adanya campur tangan manusia dengan alam tersebut tidak terjadi secara terus menerus hanya ada di waktu-waktu tertentu saja.
Bencana yang pertama sangatlah serius dan harus diperhatikan dengan bijaksana oleh pemerintah guna terselesaikannya bencana tersebut. Bencana kedua harus ada Kerjasama manusia dengan pemerintah untuk memperbaiki alam yang terjadi deforestrasi.
Asap rokok yang semakin menggunung
Asap rokok sangatlah berbahaya, apalagi bagi perokok pasif. Rokok berasal dari tembakau yang merupakan hasil dari alam. Tapi pemanfaatan tembakau yang dilakukan oleh manusia tidak tepat. Hal yang dilakukan manusia tersebut sangatlah berbahaya terutama untuk generasi Z saat ini. Manusia membudidayakan tembakau dan mengelolanya menjadi berbagai jenis rokok bukan langkah yang tepat. Manusia memanfaatkan tembakau sudah cukup lama tapi bukan dijadikan rokok melainkan digunakan untuk hal yang berbau tradisional. Tembakau merupakan tanaman yang bernilai ekonomi sangat tinggi. Hal tersebut memicu adanya penjajahan manusia atas manusia lain. Manusia berlomba-lomba membuat rokok karena tembakau mempunyai nilai ekonomi yang tinggi tanpa mempertimbangkan dampak yang akan terjadi di masa depan.
Sejarah telah mencatat bahwa, tembakau dibudidayakan untuk melayani kepentingan pemerintah belanda. Kerja rodi yang dilakukan penjajah belanda pada saat menjajah Indonesia. Salah satu kerja rodi yang dilakukan yaitu tanam paksa atau disebut cultuurstelsel yang bermakna netral. System kultivasi yang dilakukan merupakan salah satu jalan masuk penanaman tembakau di Indonesia. Tanam paksa yang berorientasi ekspor itu kemudian diikuti dengan penanaman untuk konsumsi lokal oleh para pengusaha keturunan Tiongkok yang menjadi pemilik perusahaan-perusahaan rokok di Pulau Jawa. Pengusaha keturunan tiongkok yang memiliki perusahaan rokok di Indonesia memiliki keuntungan sangat besar dari rokok tersebut. Jumlah perokok pun menjadi sangat banyak dan hampir semua kalangan menjadi perokok. Hal tersebut membuat para pemodal asing berdatangan untuk berinvestasi. Akibat dari hal tersebut Indonesia yang belum memiliki visi perlindungan yang kokoh bagi warganya menjadi surga terakhir industri rokok global.
Asap rokok tidak ada hentinya terjadi secara terus menerus. Asap rokok tidak terjadi di tempat-tempat tertentu melainkan hampir di seluruh indoenesia mulai dari pedesaan maupun perkotaan terdapat asap rokok. Pada tempat-tempat terpencil seperti pedesaan kita akan melihat asap mengepul yang keluar dari mulut para perokok. Rokok yang digunakan memiliki berbagai merk dan tipe yang mudah untuk didapatkan terutama di kota-kota besar.
Karena perilaku merokok terjadi secara terus-menerus, dampak produksi dan konsumsinya juga demikian. Produksi rokok global telah diketahui bertanggung jawab atas deforestasi sebanyak 200 ribu ha/tahun. Ratusan juta pohon hilang karena hutan dibabat untuk budidaya dan pengeringan tembakau yang banyak menggunakan kayu bakar.
Di sisi lain sudah banyak orang yang mengalami dampak Kesehatan akibat dari mengkonsumsi rokok. Berabgai macam penyakit yang dialami perokok cukuplah serius. Menurut Tobacco Atlas (2015), pada tahun 2014 mengkonsumsi rokok membunuh sekurang kurangnya yaitu 217.400 orang. Pada tahun 2013 biaya Kesehatan mencapai sekitar Rp378,75 triliun. Sementara, pada tahun yang sama, cukai—alias pajak dosa atau sin tax—yang dibayarkan kepada Pemerintah hanyalah Rp103 triliun. Tahun itu Pemerintah dan masyarakat Indonesia tekor Rp275,75 triliun!
Kebakaran Hutan dan Lahan
Bencana yang kedua disebabkan oleh adanya campur tangan manusia dengan alam. Bencana tersebut yaitu asap kebakaran hutan dan lahan. Biasa disingkat karhutla. Banyak pihak yang menyatakan bahwa bila belahan dunia sedang mengalami musim kering, lalu diperparah dengan El Nino, maka peluang kebakaran hutan dan lahan menjadi meningkat. Bisa jadi begitu, namun penting untuk diingat bahwa si bocah nakal bernama El Nino itu tak pernah membawa korek. ‘Sang bocah’ tidak memantik api. Mungkin ada kebakaran hutan yang dipicu oleh kilat, tapi itu tak berapa banyak. Apalagi kilat itu tak sering-sering muncul di musim kering.
Manusia berpartisipasi lebih tinggi dalam kebakaran hutan dan lahan. Manusia pada saaat ini membuka lahan hutan dengan ceroboh tanpa memikirkan dengan bijak aspek yang akan terjadi. Pada zaman nenek moyang, masyarakat adat tinggal di hutan-hutan dan mereka melakukan perladangan berotasi. Perladangan berotasi merupakan penanaman berbagai jenis tanaman secara bergilir. Nenek moyang membakar hutan untuk membuka lahan, dan menanam rabuk pada lahan mereka. Tetapi, ketika modernisasi pengelolaan hutan dilakukan, HPH masuk ke tanah-tanah adat maupun tanah yang tak bertuan, transmigrasi merambah hutan, dari hal tersebut bencana kebakaranpun mulai terjadi. Hal yang lebih buruk terjadi ketika hutan dialih fungsikan untuk lahan persawahan,pertambangan, dan perkebunan. Pengalih fungsian lahan hutan tersebut menyebabkan semakin seringnya terjadi kebakaran.
Sejak hutan di Kalimantan mengalami kebakaran di tahun 1997, karhutla jadi tamu tahunan, kecuali ketika La Nina yang datang. Perempuan kecil ini membawa banyak air, dan hutan serta lahan kitapun aman dari api. Pernah suatu ketika seorang Menteri Kehutanan di kabinet yang lampau mengklaim keberhasilan menurunkan titik api, dengan membandingkan kondisi tahun itu dengan lahan yang basah versus tahun sebelumnya dengan lahan yang kering. Banyak pihak yang memberi tanggapan bukan Menteri atau pemerintah yang pantas untuk menerima pujian melainkan allah atau alam yag berhak menerima pujian tersebut.
Ketika kejadian ini terus menerus terjadi maka beberapa tahun lagi kondisi dunia akan terancam pemanasan global. Hutan indonesia merupakan paru-paru dunia. Hutan memberikan kesejukan dan meminimalisir efek gas rumah kaca. Semakin banyak hutan maka udara akan semakin sejuk, hal tersebut terjadi karena hutan yang didominasi oleh pepohonan banyak menyimpan karbon. Karbon yang tersimpan di pohon dan tanaman berfungsi untuk mengurangi akumulasi karbon di dalam atmosfer, sehingga dapat mengurangi resiko perubahan iklim (climatic change). Oleh karena itu, mari kita jaga hutan agar kita memiliki masa depan yang baik. INGAT, TIDAK ADA HUTAN MAKA TIDAK ADA MASA DEPAN!.
Penulis : Jamilatut Toriqoh dan Rusita, S.Hut., M.P