Tanggamus, www.lampungmediaonline.com – Anggaran Dana Desa (ADD) di Tahun 2021 dan 2022 di Pekon-pekon yang ada di Kecamatan Sumberjo, Kabupaten Tanggamus, diduga disalah gunakan.
Menurut sumber yang enggan disebut namanya mengatakan, indikasi penyalah gunaan dana desa tersebut, dimulai ditahun 2021 hampir seluruh pekon yang ada di kecamatan sumberjo diduga mark up ADD untuk pengadaan mesin sampah dengan nilai fantastis dari Rp 50.000.000 hingga Rp 72.102.000 tiap pekonnya, namun hingga sekarang mesin sampah tersebut terbengkalai tak terpakai.
Selanjutnya, ditahun anggaran 2022 diduga terjadi lagi mark up dan dugaan penyalahgunaan wewenang dengan pola pengondisian oleh oknum-oknum terkait dengan program pengadaan Sistem Informasi Desa (SID) yang sering juga di sebut smart village dengan anggaran fantastis tiap pekonnya. Salah satunya anggaran untuk SID di pekon margodadi senilai Rp 105.000.000.
Sumber juga mengatakan, hal tersebut mulai terendus setelah sampai di tahun 2023, barang-barang SID yang dibeli dengan angka yang fantastis tersebut masih belum bisa digunakan lebih tepatnya hanya menjadi pajangan di kantor-kantor pekon dan kemungkinan akan menjadi seperti mesin sampah di tahun 2021. Kenapa tidak, karena program yang di resmikan oleh bupati tanggamus tersebut, seakan-akan ingin menandingi program unggulan gubernur lampung, hal ini cukup beralasan, bila dilihat dari kronologi nya, pada tahun 2021 provinsi lampung meluncurkan program smart village hampir keseluruh kabupaten/kota se-provinsi lampung dengan memberikan bantuan dana hibah langsung ke rekening pekon sebesar Rp.30.000.000.
“Dari data yang diperoleh, ditahun 2021 terdapat dua pekon yakni, pekon dadapan dan pekon margoyoso mendapatkan hibah dana senilai Rp 30.000.000 dari provinsi lampung dan kedua pekon tersebut akan menjadi duta smart village, namun ditahun 2022 pekon dadapan dan margoyoso bersama sepuluh pekon lain menganggarkan kembali menggunakan dana desa untuk pengadaan smart village/SID dengan angka yg fantastis” katanya.
Ia juga menambahkan, “mirisnya, dikantor-kantor pekon yang ada di kecamatan sumberrejo, dapat kita saksikan pajangan boks mesin yang menyerupai mesin ATM yang bertuliskan anjungan mandiri, yang katanya dapat membantu pelayanan masyarakat lebih optimal ternyata mesin-mesin tersebut tidak dapat digunakan yang lebih mengherankan lagi, dikantor pekon dadapan dan margoyoso, barang yang dibeli menggunakan dana hibah dari gubernur lampung ternyata posisinya berada ditumpukan gudang kantor, dengan keadaan kotor, sedangkan yang dipasang dan dipajang adalah barang yang dibeli dari pihak rekanan hasil dari dugaan pengondisian”, terangnya.
Kepala bidang (Kabid) keuangan kekayaan aset dan produk hukum pekon, dinas pemberdayaan masyarakat desa (PMD) tanggamus Eko Didi Armadi didampingi stafnya mengatakan, pihaknya hanya menerima APBDes setelah dievaluasi oleh camat, (29/05/23).
“Terkait pengawasan dana desa itu ada di inspektorat, di Permendagri nomor 73 pertama inspektorat, kecamatan, BHP dan masyarakat, termasuk monitoring, kalau kami hanya menerima APBDes itu setelah dievaluasi oleh camat, jadi misalnya ada terjadi apa kami turun periksa tidak, kami juga tidak melaksanakan monitoring, tupoksi kami hanya sampai disitu”, ujar Kabid.
Kabid menambahkan, “APBDes itukan disusun, setelah disusun kan itu masuk ke kecamatan, kan ada kurang ini kurang itu, nah setelah selesai disahkan baru naik ke bupati melalui kami, itulah dasar kami untuk menyampaikan ke APBN, ya jadi di permendagri itu pengawasannya ada di inspektorat, camat segala macem, kalau kami tidak, kalau dulu kan APBDes itu itu yang evaluasi itu PMD dan semenjak dikeluarkan perbub itu evaluasinya ada di kecamatan”, pungkasnya.(tans)