Tanggamus, www.lampungmediaonline.com – Lembaga Perlindungan konsumen Nusantara Indonesia (LPKNI) menanggapi serius dugaan pembiaran dalam perambahan hutan lindung yang terjadi di kawasan TNBBS dan Register 39, yang diduga menjadi pemicu terganggunya ekosistem satwa dan menimbulkan interaksi negatif antara satwa liar dengan manusia, Senin
(06/01/25).
Menurut LPKNI tanggamus, Interaksi negative dari satwa liar ini telah menyebabkan kerusakan dan menimbulkan korban jiwa, salah satunya meninggal dunia akibat serangan gajah liar pada akhir Desember 2024 lalu.
Yuliar Baro selaku ketua LPKNI tanggamus yang didampingi beberapa awak media mengkonfirmasi terkait kebenaran dugaan tersebut kepada Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dan Kesatuan Pengelola Hutan Lindung (KPHL). Yuliar menyebutkan bahwa serangan gajah yang sudah sering terjadi menjadi perhatian utama, namun respons dari kedua lembaga tersebut terkesan tidak kooperatif dan saling melemparkan tanggung jawab.
Menurut penjelasan pihak TNBBS Agus Hartono selaku Wakasat Polhut setempat mengatakan, pihaknya sudah melaksanakan tugas dengan maksimal, seperti melakukan patroli rutin di setiap resort dan memberikan edukasi kepada masyarakat sekitar kawasan hutan penyangga. Namun, ketika ditanyakan tentang pengelolaan dan pengawasan terhadap perambahan hutan lindung yang mengganggu habitat satwa, TNBBS mengungkapkan bahwa hal tersebut bukan menjadi kewenangan mereka, melainkan merupakan tanggung jawab KPHL.
Ketika pihak LPKNI yang didampingi awak media menyambangi KPHL,, Ariyadi Agustiono selalu Kepala KPHL setempat memberikan keterangan yang sama, yakni bahwa penegakan hukum terhadap pelanggaran perambahan hutan berada di bawah kewenangan Gakkum (Penegakan Hukum). Sementara pihak KPHL Hanya melakukan Pengawasan dan peneguran secara preventif.
Yuliar menilai bahwa kedua lembaga ini terkesan saling melempar tanggung jawab. Ia mengungkapkan kekhawatirannya mengenai maraknya perambahan hutan yang tanpa pengawasan dan penindakan, yang dapat berujung pada kehancuran ekosistem di kawasan hutan lindung tersebut.
“Jika memang demikian, maka ini menjadi bom waktu yang akan menghancurkan ekosistem hutan lindung kita,” ujarnya.
Lebih lanjut, Yuliar menilai kinerja KPHL yang dinilai kurang efisien dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Ia bahkan mengusulkan untuk membubarkan KPHL jika lembaga tersebut tidak dapat memberikan kontribusi positif dalam pengelolaan hutan lindung.
“Jika KPHL tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik, lebih baik dibubarkan saja,” tegas Yuliar.
Ia juga menambahkan, “Kasus ini semakin menyoroti pentingnya pengelolaan yang lebih efektif terhadap kawasan hutan lindung untuk menjaga kelestarian ekosistem serta mengurangi potensi dampak negatif terhadap masyarakat sekitar,” Pungkas Yuliar.(*/Tans)