Oleh:
Novita Sari, Putri Maharani S , Ferdi Irawan, Afrika, Eryon Budi P, Inggrid Saphire Mahari
(Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung)
Tanah sebagai salah satu sumber daya alam merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang paling mendasar sebagai sumber penghidupan dan mata pencaharian, bahkan tanah dan manusia tidak dapat dipisahkan dari semenjak manusia lahir hingga manusia meninggal dunia. Manusia hidup dan berkembang biak serta melakukan aktivitas di atas tanah, sehingga setiap manusia berhubungan dengan tanah. Oleh karena itu persoalan tanah perlu ditata dan dibuatkan perencanaan dengan hati-hati dan penuh kearifan. Didalam sistem hukum nasional demikian halnya dengan hukum tanah, maka harus sejalan dengan konstitusi yang berlaku di negara kita yaitu Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu Pasal 33 Ayat (3) Undang-undang Dasar Tahun 1945, yang menegaskan bahwa : “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, yang penguasaannya ditugaskan kepada Negara Republik Indonesia, harus dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Beberapa waktu yang lalu diberitakan tentang kasus sirtifikat ganda yang terjadi di beberapa wiliyah Indonesia, adapun Penyebab dari hak milik ini adalah konflik horizontal antara pemilik tanah pertama sebagai pemilik yang sah dan pihak pengembang atau pembeli ke tiga yang merasa surat tanah yang dimilikinya juga sah , Sehingga kasus ini sampai ke tingkat kasasi dan berakhir pada kekalahan salah satu pihak yang bersengketa padahal pemilik tanah pertama tidak pernah merasa menjual tanah yang mereka miliki. Karena keputusan yang dirasa tidak adil tersebut, mengakibatkan masyarakat sebagai korban tidak menerima keputusan tersebut dan menduduki tanah sengketa dengan membawa bermacam-macam senjata melawan pihak jurusita dari pengadilan dan pihak kepolisian yang biasanya korban yang tidak memiliki kekuasaanakan mengalami kekalahan perkara.
Sertifkat Tanah Ganda adalah sertifikat yang diterbitkan atas suatu bidang tanah hak yang saling bertindihan seluruhnya atau sebagian. Subyek pemegang hak bisa atas nama orang atau badan hukum yang sama atau yang berlainan, yang bisa terjadi dimana saja dan kapan saja. Pada Implementasinya banyak kasus kasus yang berkaitan dengan Sirtipikat Tanah Ganda .Hal ini disebabkan oleh banyaknya kesalahpahaman atau kesengajaan yang dilakukan oleh suatu pihak di masyarakat seperti Mendaftarkan lagi Tanahnya padahal telah memiliki suatu sertifkat tanah.
Peristiwa seperti ini sering terjadi karena adanya sengketa tanah di berbagai daerah, tidak hanya di kota besar, bahkan sering dijumpai di wilayah- wilayah terpencil. Sengketa tanah sering pula terjadi antara warga masyarakat dengan pemerintah. Dengan dalih demi kepentingan umum, pemerintah membebaskan tanah rakyat dengan ganti rugi yang tidak masuk akal, jauh dari harga pasaran. Kadangkala tanah yang dibebaskan diperuntukkan investor guna membangun proyek non kepentingan umum, seperti mall, perumahan, dan lain sebagainya.Hal ini terjadi karena sangat pentingnya keberadaan tanah dalam kehidupan manusia, sehingga menjadikan tanah sebagai obyek kejahatan. Seringkali mencuat kasus kejahatan dengan obyek tanah.Misalnya penipuan, jual beli tanah fiktif, penggunaan (menjaminkan) tanah fiktif kepada bank, pemalsuan sertipikat tanah, penggandaan sertipikat tanah sampai mafia (sindikat) kejahatan tanah dan pula soal tanah warisan.
Semakin bertambah banyak penduduk, sementara jumlah tanah tetap, menjadikan sebagian kecil masyarakat berusaha memperoleh tanah secara tidak sah. Misalnya dengan cara penyerobotan dan perampasan tanah. Tidak seimbangnya rasio antara kebutuhan dengan persediaan tanah, menjadikan banyaknya praktik spekulan tanah, calo tanah, dan bahkan merebaknya penerbitan sertipikat ganda secara illegal dan demi kepentingamn. Adapun Jenis jenis sirtipikat Tanah Ganda, adalah sebagai berikut : Tumpang tindih Seluruhnya, Tumpah Tindih Sebagian, Tumpang Tindih Seluruhnya dan Sebagian.
Berdasarkan kasus yang sering terjadi bahwa sertipikat hak atas tanah tersebut sering terjadi di wilayah-wilayah yang masih kosong dan belum dibangun. Hal ini dikarenakan wilayah wilayah tadi merupakan tempat strategi untuk melaukan suatu tindak kejahatan. Penyebab dari Kasus sertifikat hak atas tanah ganda dapat terjadi karena beberapa hal diantarannya sewaktu dilakukan pengukuran atau penelitian di lapangang, pemohon dengan sengaja menujukan letak tanah dan batas-batas tanah yang salah dan adanya surat bukti atau pengakuan hak yang ternyata terbukti mengadung kesengajaan/ketidakbenaran/kepalsuan dan atau tidak berlaku lagi serta untuk wilayah bersangkutan belum tersedian peta pendaftaran tanahnya.
Secara normatif, BPN adalah satu-satunya lembaga atau institusi di Indonesia yang diberikan kewenangan untuk mengemban amanat dalam mengelolah bidang pertanahan, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 10 tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional yang menyatakan bahwa BPN melaksanakan tugas dibidang pertanahan dan berusaha untuk menyelesaikannya pemerintah juga telah memperkuat peran dan posisi BPN dengan membentuk Deputi V yang secara khusus mengkaji dan menyelesaikan sengketa dan konflik pertanahan.
Sesuai peraturan Kepala BPN-RI No. 3 Tahun 2006 tentang organisasi dan tata kerja BPN-RI, pengkajian dan penanganan sengketa dan konflik pertanahan merupakan bidang Deputi V yang membawahi: Direktorat konflik pertanahan, Direktorat sengketa pertanahan, Direktorat perkara pertanahan (Pasal 346 Peraturan Kepala BPN-RI No. 3 Tahun 2006).
Langkah-langkah penyelesaian sengketa yang mereka atau pihak BPN tempuh adalah 8musyawarah.Begitu juga dalam sengketa sertifikat ganda, BPN juga berwenang melakukan negosiasi, mediasi dan fasilitasi terhadap pihak-pihak yang bersengketa. Dalam prakteknya ,dan pada umunya sengketa pertanahan dalam hal ini sertifikat ganda diselesaikan melalui 4 (tiga) cara, yaitu Penyelesaian secara langsung oleh pihak dengan Negosiasi dan Melalui arbitrase dan alternative penyelesaian sengketa Jika telah tertulis suatu klausula arbitrase dalam kontrak atau suatu perjanjian arbitrase, dan pihak lain menghendaki menyelesaikan masalah hukumnya ke pengadilan dan Penyelesaian sengketa melalui badan peradilan: Sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia, pada umumnya penyelesaian sengketa pertanahan yang terkait sengketa kepemilikan diserahkan ke peradilan umum, terhadap sengketa keputusan Badan Pertanahan Nasional melalui Peradilan Tata Usaha Negara dan sengketa menyangkut tanah wakaf diajukan ke Peradilan Agama.
Berbagai masalah mengenai tanah menunjukkan bahwa penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah di negara kita ini belum tertib dan terarah. Masih banyak penggunaan tanah yang saling tumpang tindih dalam berbagai kepentingan yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Disamping itu, fakta juga menunjukkan bahwa penguasaan dan kepemilikan tanah masih timpang. Ada sekelompok kecil masyarakat yang memiliki tanah secara liar dan berlebihan, dan ada juga sekelompok besar masyarakat yang hanya memiliki tanah dalam jumlah sangat terbatas. Bahkan banyak pula yang sama sekali tidak memiliki, sehingga terpaksa hidup sebagai penggarap. Tidak jarang pula, dan bukan barang aneh, timbul penguasaan tanah oleh oknum-oknum tertentu secara sepihak. Dapat dikatakan sengketa dibidang pertanahan tidak pernah surut, bahkan mempunyai kecenderungan untuk meningkat didalam kompleksitas permasalahan maupun kuantitasnya seiring dinamika di bidang ekonomi, sosial dan politik. Pengaduan masalah pertanahan pada dasarnya merupakan suatu fenomena yangmempersoalkan kebenaran suatu hukum yang berkaitan dengan pertanahan. Hal ini dapat berupa produk-produk pertanahan tersebut, riwayat perolehan tanah, penguasaan, dan kepemilikan.
Di terbitkannya sertifikat ganda dari Segi dampak Yuridis dapat menimbulkan terjadi kekacauan kepemilikan karena-adanya 2 sertifikat yang sama-sama sah, selain itu sertifikat ganda dapat menimbulkan terjadinya sengketa hukum, terjadi ketidakpastian hukum, terjadi tindak pidana atas pemakaian sertifikat yang palsu yang merugikan pemilik sertifikat asli ataupun pihak lainnya dan dapat menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap sertifikat.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah pihak yang bertanggung jawab dalam penerbitan sertifikat ganda. BPN bertanggung jawab mencabut/membatalkan salah satu sertifikat yang dianggap tidak sah baik yang penyelesaiannya melalui Mediasi langsung di instansi BPN maupun melalui Pengadilan. BPN wajib melaksanakan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Untuk itu harapan masyrakat kepada Instansi yang Mengatur terkait Pertanahan dalam hal terus mengantisipasi, mencegah dan menemukan solusi yang tepat agar dapat mengantisipasi hal kejahatan di bidang pertanahan dapat diminimalisir khususnya dibidang sertifikat ganda.