Metro. www.lampungmediaonline.com – Rumah Sakit Islam (RSI) Metro berjanji akan memberi teguran dan sanksi kepada pegawainya terkait laporan masyarakat tentang pelayanan. “Ini mungkin ada miss komunikasi. Memang staf kami itu beritahu bayar dulu baru berikan rinciannya. Mungkin lagi capek atau yah biasalah. Kami mohon maaf,” terang Amelius Ramli, Direktur RSI Metro saat dengar pendapat dengan pasien dan Komisi II, Kamis (3/11).
Ia menjelaskan, pihaknya telah menetapkan standar pelayanan medis. Mulai dari sikap ramah, pendaftaran pasien, hingga mempertanyakan penggunaan BPJS, asuransi, hingga layanan umum. “Dan untuk bertanya-tanya itu tidak ada larangan. Boleh kok. Termasuk minta rinci obat. Terus minta pakai obat generik. Itu boleh. Enggak ada larangan. Cuma itu tadi, ada staf kami dengan keluarga miss komunikasi,” imbuhnya.
Ramli mengaku, pihaknya sangat terbuka dan menerima kritik untuk kemajuan bersama. Dan siap untuk membenahi sektor pelayanan. “Dengan begini saya juga jadi tahu. Ini jadi acuan kami lah,” katanya.
Kabid Pelayanan RSI Irma Malinda menjelaskan, terkait obat, semua jenis obat dalam daftar yang dibubuhkan pada kuitansi pembayaran, memang obat yang diberikan kepada pasien bersangkutan. “Cuma memang merk-nya beda. Hari pertama itu diberikan lewat UGD. Karena pertama masuk. Setelah pindah, itu penanganan sama dokter spesialis. Itu obat diberikan semua ke pasien,” ungkapnya.
Sementara Nanang Arif, perwakilan keluarga Mujiati yang melapor ke Komisi II menjelaskan, pihaknya datang ke rumah sakit karena sakit. Bukan karena ingin bersenang-senang. “Artinya jangan dimanfaatkan ketidaktahuan kami ini. Kita kan bertanya. Apa tidak boleh pasien bertanya. Meminta. Kan sesuai kemampuan kita. Ini jadi pelajaran bersama. Memang beliau ini pasien umum, tapi bukan berarti mampu,” bebernya.
Komisi II DPRD meminta sektor-sektor pelayanan yang ada di Kota Metro, baik instansi swasta maupun pemerintah agar terus menerus memperbaharui dan memperbaiki pelayanan. “Walau RSI ini swasta, tapi pasarnya kan masyarakat Metro. Kami ini (DPRD) perwakilan dari masyarakat Metro. Nah, karena kita sama-sama Metro, ya kita ini satu kesatuan, harus sama-sama maju, sama-sama baik. Jadi diambil positifnya,” beber Tondi Nasution, Ketua Komisi II.
Komisi II menyarankan, RSI bisa menerima dan memperbaiki sektor pelayanan yang dikeluhkan masyarakat. Seperti bertanya kepada pasien apakah ingin menggunakan obat paten atau generik. “Kami ini ingin pendidikan dan kesehatan itu paling maju di antara kabupaten/kota lain. Ini yang kita harus sama berpikirnya. Kalau semua rumah sakit yang ada di sini maju, pelayanan, tenaga, sampai fasilitasnya, orang datang ke sini. Iya kan,” terangnya.
Karenanya, adanya permasalahan tersebut diharapkan agar pihak RSI dan pasien bisa sama-sama mengerti. “Tujuan kita kan mempertemukan ini supaya tidak ada kesalahpahaman lagi. Jadi kita sama-sama berbenah,” imbuhnya.
Kasi pembiayaan dan jaminan kesehatan Dinas Kesehatan Kota Metro menilai, untuk SOP pemberian obat, ketentuannya antibiotik dan vitamin memang ada dua hingga empat obat yang diberikan kepada pasien rawat inap. “Ketentuannya memang semacam itu. Jadi diperbolehkan. Tapi memang ada baiknya, tidak semua obat yang diberikan paten. Dari pihak RS kan sudah menetapkan standar sendiri. Kecuali RS pemerintah ada acuan perda,” ucapnya.
Kepala Cabang BPJS Kota Metro Rizka Adhiati sebelumnya menjelaskan, masih ada sekitar 37 persen warga Bumi Sai Wawai yang belum mendaftar kepesertaan jaminan kesehatan nasional.
Pihaknya menargetkan, sebelum 1 Januari 2019 Metro sudah lebih dulu selesai. Sementara untuk pendaftaran, masyarakat bisa mengajukan langsung ke Kantor BPJS dengan membawa administrasi kependudukan.
Hingga saat ini kepersertaan BPJS di Bumi Sai Wawai mencapai 102.379 atau 63 persen dari target sebanyak 160.962 jiwa. Sementara BPJS mandiri sejumlah 23.899 peserta. (rud)