LIMBUNG LAYUNG
Menatap senja yang teramat kau kagumi. Di Kawasan Puncak, berdua menghantarkan pandangan bersama layung layung yang menarik gemuruh di hulu dada, penuh warna dan tak sempat ditetaskan.
Layung layung, surup pada gelap dan degup degup yang kian memberontak, menggoda urat manusiawi, terpicu parfum senja yang tenggelam.
Sumber Jaya, Lampung Barat, 15 November 2016.
ALAMAT PUISI
Tak begitu luas, tapi cukup. Ladang sajak, buah tangan petani. Menjulang batang-batang puisi, yang belasan tahun di tunda.
Dan, kau bicara tentang bubungan yang dikikis usia, hingga batang-batang puisi, disulap merupa tiang-tiang penyangga hujan. Bilik-bilik tertata, tempat menenggelamkan tubuh dari liarnya angin belukar.
Batang-batang puisi. Kini kau adalah alamat pulang. Tempat merapihkan biji-biji tualang.
Sumber Jaya, Lampung Barat, 15 November 2016.
SAUNG SAJAK
Di lereng sajak, di saung cilik, tempat menyembunyikan tubuh, dari serangan november yang tercurah dari rahim awan.
Dalam penantian, reda. Memompa imaji, guna mengilhami angin semak yang dengan ganjennya menebar dingin. Lepas menjauhkan pandangan dan mampir pada sesosok tubuh dari seberang entah berantah, yang rutin menyajikan secangkir kopi, kala pagi.
Adalah Dia Amoy Yuli, yang mengantar pandang pada senja tatkala pulang.
Sumber Jaya, Lampung Barat, 16 November 2016.
KUTULIS ESOK HARI
Pada bening bola mata, pandangan ini kutitipkan
dan menyisihkan nestapa hidup, dari dunia kecil yang polos. Sebabnya tak ingin kulihat mendung di bibir mungilmu.
Nak …, janganlah menunda langkah. Asah tangan dan benak. Raih esok dalam genggam, lalu rakit jadikanlah indah duniamu.
Benahi jadwalmu Nak …, antara kecil masa kini
dan besar esok lusa. Restuku di nadimu.
Lelaplah
dan esok, kuceritakan tentang langit biru, tentang senja yang yang berkemas, tentang doa yang kusembunyikan di haluan langkahmu.
Dan ingat! Satu peralihan umpama “Tidaklah terpuji menggarami lautan,” sebab waktu pun berproses.
Sumber Jaya, Lampung Barat, 17 November 2016.
LANGIT PAGI
Pagi, menarasikan biji-biji gerimis, di kunyah penantian menjemput terang.
Asa, selepasnya hujan, kehangatan bersambut
hingga butiran canda bergulir di rung tamu.
Sumber Jaya, Lampung Barat, 18 November 2016.
TENTANG PENULIS: Q Alsungkawa tinggal di Desa Ciptamulya, Kecamatan Kebun Tebu-Lampung Barat. Q Alsungkawa cukup giat menekuni seni tulis, khususnya puisi dan terobsesi kelak namanya tercatat dalam daftar penyair Indonesia. Saat ini ia tergabung di barisan komunitas sastra di Lampung Barat (KOMSAS SIMALABA) Dan rutinitas mempulikasikan puisi-puisinya di media online.
DARI REDAKSI
Kami memberikan ruang kepada siapapun untuk berkarya. Bagi kami, kesusastraan nasional itu sesungguhnya adalah sebuah keberagaman; mulai dari sastra kaum pemula, sastra kaum tepi, hingga sastra kaum yg telah memiliki label nasional alangkah indahnya bila kita sepakat untuk dilihat secara bersama sama dan miliki tempat serta ruang yang sama pula untuk dihargai sebagai bagian dari corak warna dalam keberagaman. Sebab kita semua memiliki hak untuk hidup serta menemukan bentuk. Silahkan kirim karya anda ke email: riduanhamsyah@gmail.con atau inbox akun fb Riduan Hamsyah.