RE…RE…. RENATA ADELIA!!!! Teriak bu Ratih dengan suara delapan oktaf mampu membuatku berdiri secara spontan karena kaget.
“Kamu sedang melamunkan apa nduk ?” Tanya bu Ratih dengan logat jawanya yang khas.
“ hemmm..itu bu anu”.. bibirku tiba-tiba kelu tak bisa bicara, hanya bingung dan menggaruk-garuk kepala dengan asal.
“Tolong ya perhatikan penjelasan ibu di depan!” bu Ratih memperingatkanku.
“Assyiapp bu”, jawabku disertai dengan gerakan hormat.
Mereka yang berada di kelas langsung tertawa melihat tingkahku. Untuk kesekian kalinya aku melamunkan puisi misterius itu, puisi yang terbungkus dalam amplop bergambar hati yang tergeletak di atas mejaku tiga hari yang lalu, tanpa nama pengirim dan sengaja ditujukan untukku. Bel istirahat berbunyi, anak-anak berteriak kegirangan karena pelajaran sejarah yang membuat ngantuk telah berakhir. Mereka pun saling berhamburan ke kantin untuk mengisi perut yang mulai keroncongan. Aku yang tidak terlalu lapar berniat pergi ke taman sekedar mencari angin dan menenangkan fikiran.. akupun langsung mencari tempat yang nyaman, di bawah pohon adalah pilihan yang tepat.
***
Ku lihat dirimu dalam lamat
Kudengar suaramu dalam samar
Kau ingin mengenali
Sedang ku tak ingin dikenali
Cukup tau aku akan dirimu
Tak ingin kau tau akan diriku
Tekadang hati ini merayu
Terkadang berderu seru menyuruhku untuk berjumpa denganmu
Namun raga ini malu
Kaki tak mampu melaju
Tangan terbelenggu
Mulut bungkam membisu
Tatkala mata memandang segala penjuru
Dalam diamku aku mencari sosok dirimu
Disana, kau kah itu?
Namun segera ku tersadar
Cukup tau akan dirimu….
Ku baca lagi puisi itu, lagi dan berulang kali, ku hempaskan nafas dengan kasar karena kesal tak menemukan jawaban siapa pengirim puisi misterius itu. Tiba-tiba terdengar suara langkah kali mendekat kearahku dan terdengar semakin jelas. Aku yang duduk dibawah pohon mengintip siapa yang berada di baliknya. Seseorang dengan postur tinggi, berkulit putih sedang berdiri dan memejamkan mata sambil tersenyum tipis. Lalu tak berselang lama Ia pun pergi. Aku tertegun sejenak lalu tersadar dan melirik arloji yang melingkar di lengan kiriku. jam pelajaran kedua akan segera dimulai, dengan malas aku pun kembali menuju ke kelas. Sesampainya di kelas aku langsung menghampiri Bianca yang sedang asyik bermain ganged.
“Bi, lo tau nggak, siapa yang naruh nih puisi di meja gue?” tanyaku dengan melirihkan suara dan menunjukkan sebuah amplop.
“Nggak tau gue Re, penggemar rahasia lo kali” jawab Bianca dengan tatapan meramal.
“Ah lo mah becanda, emangnya gue artis apa?” jawabku melengos.
“ Eh jangan salah Lo kan artis papan atas eh maksud gue atas papan Re” ejek Bianca padaku. Aku hanya memanyunkan bibir.
Hari ini kami, para siswa-siswi pulang lebih awal, menjadi kebahagiaan tersendiri bagi mereka si cewek-cewek yang suka pergi ke mall, dan bagi cowok-cowok yang hobi main PS , waktu mereka jadi lebih banyak. Aku lebih memilih pulang ke rumah agar bisa langsung rebahan di atas kasur. Aku langsung menghampiri Jacky di tempat biasanya ia terparkir. Namun mataku tertuju kearah ban sepedaku .
“O..M..G.. kok bisa bocor sih, mana sekolah udah sepi lagi” mataku mengedar ke segala arah. Kepanikan mulai menyerangku.
“Kenapa sepeda lo?” terdengar suara datar berada di belakangku, aku yang semula duduk berjongkok langsung berdiri mengarah ke sumber suara.
“Adrian?” Gumamku tak percaya, sesosok manusia yang terkenal tidak pernah berkomunikasi dengan manusia lain saat ini sedang bertanya padaku.
“Ban sepeda gue bocor, mana udah sepi lagi nih sekolah”
“Ya udah sepeda lo tinggal aja dulu disini, lo balik ama gue, sepeda lo bakal aman kok ” tanpa pikir panjang aku pun menjawab dengan anggukan pertanda setuju.
***
Siang ini begitu panas, sepanas otakku yang sejak satu jam lalu belum juga menyelesaikan tugas geografi. Tiba-tiba saja Iyan menghampiriku.
“Tugas kewirausahaan elo ama gue satu kelompok, kita mau kerjain kapan tugasnya?” tanyanya dingin.
“Terserah lo aja deh Yan, gue nurut aja” kataku yang tak menoleh dan tetap fokus menulis tugas.
“Ya udah gue tunggu sekarang, di taman belakang sekolah, G P L”
aku hanya bengong melihat dirinya pergi dan menenteng tasnya menuju taman. Semilir angin berhembus dengan tenang, dedaunan melambai- lambai dibuatnya. Kini aku dan Iyan sedang serius mengerjakan tugas, ia mendikte, dan aku ditugaskannya untuk menulis..selama hampir setengah jam, kami hanya diam, hanya terdengar suara kicauan burung yang nyaring.
“Gimana sepeda lo?” Iyan membuka percakapan,
“Udah gue tambal ke bengkel kemarin”. Aku melirik arloji yang kini sudah menunjukkan pukul satu siang. Aku pun langsung memasukkan buku kedalam tas
“Gue balik ya,” kataku pada Iyan,
“ Hati-hati Re” katanya sambil mengulas sedikit senyum, dalam perjalanan menuju rumah aku memikirkan hal yang aneh pada Iyan, ternyata ia tidak begitu cuek seperti yang orang-orang bilang. Panas matahari makin menjadi, ku laju sepedaku dengan cepat agar segera tiba di rumah.
KRINGGGG…KRRRIINGGG… jam beker terdengar nyaring matahari pun mulai menyeringai panas, aku panik bukan main. Pukul 06:30 mataku membelalak, langsung ku sambar handuk dan berlari menuju ke kamar mandi. Tanpa sarapan aku langsung menaiki Jacky, dan berpamitan pada nenek yang sedang menyiram bunga. Tepat pukul 07 :00 aku sudah tiba di sekolah, tak ku hiraukan keringat yang bercucur membasahi bajuku. Keadaan kelas pun sudah ramai, beragam aktifitas dilakukan oleh mereka, dari mulai ghibah , mengerjakan tugas, sampai hanya sekedar memainkan ganged sambil senyum-senyum sendiri.
Hari ini Bu Eren mengumumkan hasil tugas kelompok kewirausahaan. Nilai tertinggi tugas kelompok kewirausaan diraih oleh Renata Adelia dan Adrian Handika. Bu Eren menyampaikannya Terdengar suara mendesah kesal dari anak-anak karena Bu Eren terkenal dengan pelitnya memberi nilai pada anak muridnya . Namun tidak bagi aku dan Adrian kami saling melempar senyum puas dan mengacungkan jempol secara bersama. Sejak itu, kami menjadi akrab, kami lebih sering mengobrol di taman, terkadang bergantian memesan makanan di kantin, dan kini ia jarang menggunakan mobilnya, dan lebih sering naik sepeda dengan alasan agar bisa berangkat bersamaku.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan ,tidak terasa Ujian Nasional sudah di depan mata. Tiga hari yang lalu Iyan tidak masuk sekolah entah mengapa aku merasa khawatir padanya. Dan diam-diam aku mencari sosoknya. Sebenarnya apa yang sedang terjadi padaku, apakah aku Memiliki perasaan lain pada Iyan, semacam rasa suka? jika iya, apakah Iyan juga memiliki perasaan yang sama denganku? tersenyum-senyum sendiri aku memikirkannya sambil menggowes si Jacky. Tiba-tiba mataku mengarah pada satu titik di seberang sana yang membuatku mengerem si Jacky secara mendadak. Laki-laki dan perempuan yang amat ku kenal sedang mengobrol dengan akrab, tidak hanya itu, si perempuan menyandarkan kepalanya pada bahu laki-laki tersebut. Itu Adrian dan Bianca . Mataku tiba-tiba memanas, tak terasa air mataku terjatuh. Segera ku meninggalkan tempat itu, takut jika mereka mengetahui keberadaanku. Ku kayuh si Jacky dengan cepat, secepat air mataku yang terjatuh dengan deras. Sedih melihat keadaanku yang seperti ini, begitu hancur rasanya, aku yang telah berlebihan memiliki rasa pada Adrian, ternyata tak terbalas dengan hal serupa, ia hanya menganggapku sebagai temannya dan memilih Bianca sahabatku, sebagai teman hatinya.
Dua hari setelah insiden itu, aku lebih banyak diam jika bertemu Adrian, aku hanya menyapa sekedarnya saja, perlahan aku mulai menjahuinya, takut jika perasaan itu tak kunjung hilang.
***
Ujian Nasional akhirnya tiba, di hari pertama aku berangkat lebih awal untuk menghidari kebiasaanku yang sering datang terlambat. Ku parkirkan Jacky lalu melangkah menuju kelas, hanya segelintir orang yang berada di dalam kelas. Aku terkejut dengan sesuatu yang tergeletak dia atas meja. Secarik kertas yang bertuliskan “good luck, jangan lupa berdoa, and fighting Rere..”
aku menoleh ke kanan dan ke kiri tidak ada seseorang yang mencurigakan, “ Kemarin puisi misterius, sekarang kertas misterius juga”. Batinku,
Tak terasa empat hari telah berlalu, Ujian Nasional pun telah berakhir. Aku duduk di taman menikmati udara sepoi-sepoi, tanpa kusadari, tiba-tiba Adrian sudah berada di depanku.mengulas senyum tipis yang kubalas dengan hal serupa.
“Gue boleh duduk disini?” hanya kujawab dengan anggukan menyertakan senyum tipis.
“Lo mau lanjut ke Universitas mana Re?” tatapannya lurus memandang dedaunan yang bergoyang ditiup angin.
“Gue lanjut deket sini aja, kasihan nenek kalo gue tinggal sendirian” jawabku dengan senyum getir.
“Kalo elo?” sambungku. Kini ia beralih menatapku
“Gue lanjut ke Amerika Re” ada rasa sedih dan nggak rela yang muncul dalam benakku, namun aku berusaha tuk bisa menguasai diriku dan bersikap baik-baik saja didepan Iyan. ia memberikan sesuatu padaku sebuah amplop berwarna biru,
“Simpen amplop ini, lo baca kalo gue udang berangkat ke Amrik, ya.sekitar tiga hari lagi gue berangkat”, ucapnya lalu pergi meninggalkan aku yang masih bingung dengan apa yang diucapkannya barusan.
Maaf, mungkin kata itu yang bisa gue ucapin ama elo, tentang puisi itu, sebenernya gue Re yang naruh di atas meja lo, puisi itu adalah tentang bagaimana perasaan gue ama lo, gue emang pengecut, gak berani ngungkapin perasaan secara langsung. Gue tau waktu lo mergokin gue ama Bianca lagi berdua, tapi sengaja gue gak nyegah elo, Gue juga ngerasa kalo elo ngehindar perlahan dari gue, tapi gue biarin itu terjadi, karena itu yang gue mau, lo jauh dari gue… Gue ngelakuin itu Karena punya alasan. Dan gue gak bisa cerita ama lo sekarang. Seusai membaca surat tersebut, gemetar rasanya kedua tanganku tak tertahan tangisku pun pecah. Semua sudah terlambat ,mungkin sekarang ia sudah berangkat ke Amerika.
***
Tak terasa waktu berjalan hampir satu tahun, kini aku sudah berstatus sebagai mahasiswa di Universitas Indonesia yang mulai sibuk dengan tugas kuliah yang menumpuk. Handphone ku berdering , tanda sebuah pesan masuk.
Hei Re, gue kangen banget ama lo, kita ketemu di tempat biasa ya.. lo harus dandan yang cantik.
By: Bianca.
Sudah lama ia tidak ada kabar nomornya pun sudah ganti, rasanya rindu sekali, tanpa pikir panjang aku pun bergegas bersiap-siap tuk menemuinya. Sesampainya disana, aku tidak menemukan sosok Bianca, sedikit lama ku menunggu, akhirnya ia pun datang bersama seseorang yang duduk di kursi roda.
“Bi, kok muka lo ditekuk gitu sih, lo gak seneng ya ketemu ama gue,” ucapku dengan tatapan yang ku buat sinis.
“Lo bawa siapa Bi?”tanyaku sambil mengamati seseorang tersebut
“Lo gak kenal sama dia Re?” ucap Bianca dengan suara parau. Ku dekatkan wajahku dengan seseorang yang Bianca maksud.Adrian? mataku membelalak melihat keadaannya saat ini. Kepala yang tak berambut, wajahnya yang memucat, ada lingkar hitam di bawah matanya, juga badannya yang terlihat sangat kurus. Hatiku hancur melihat kejadian ini.tak tertahan sudah rasanya, ku biarkan air mataku jatuh dengan deras, mulutku membisu tak bisa berkata apa-apa. Ku genggam tangannya yang begitu dingin, ku peluk ia dengan erat.
“ Jangan nangis Re, lo jelek kalo nangis”, ia berbisik lirih namun suaranya masih bisa ku dengar
“Gue sayang sama elo Re”. Terbata-bata Iyan mengucapkannya.
“Gue juga sayang ama elo Yan, maafin gue selama ini udah salah faham ama elo” aku menangis sejadi-jadinya. Tiba-tiba Aku merasakan pelukannya semakin merenggang, kulihat Iyan memejamkan kedua matanya, yang juga mengeluarkan darah dari lubang hidungnya. ku goncangkan tubuhnya namun tak ada respon. Kini ia telah pergi tuk selama-lamanya.
Re, Adrian itu sepupu gue, gue akrab banget ama dia, dia kasih tau gue tentang puisi itu, dia kasih tau ke gue tentang perasaannya ke elo, dia ngelarang gue untuk ngomong itu semua ama elo, dan satu lagi, dia itu bohong ama elo kalo dia kuliah ke Amerika, selama ini dia ngejalalanin terapi,,, elo yang sabar ya Re… Bianca menjelaskan padaku seusai proses pemakaman Adrian. Kering sudah air mataku, dan hanya menyisakan rasa penyesalan seseorang yang ku sayang dan pernah aku benci kini meninggalkanku tuk selamanya. ku hanya bisa menatap rintikan hujan dan ditemani dengan hawa dingin yang menusuk tulang, seakan dunia ikut menangisi Adrian yang pergi tuk selamanya..
The End….
Travel Lampung Jakarta, Diantar sampai Rumah Ongkos Murah Layanan Prima
Travel Jakarta Lampung PP Dapat Free Snack dan 1 Kali Makan
Travel Lampung Depok via Tol Tiap Berangkat Pagi dan Malam
Harga Travel Bekasi Lampung Antar Jemput Murah sampai Rumah
Travel Palembang Lampung Lewat Tol Hemat Cepat sampai Alamat