Opini

PENTINGNYA FORMATION OF RELIGIOUS CHARACTER PESERTA DIDIK MELALUI PEMBELAJARAN AL-QUR’AN DAN HADIST DI MADRASAH IBTIDAIYAH

Tukiran, S.Pd.I

MI Plumpung Plaosan Magetan Jawa Timur

Email: tukiranalfatihah@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini mengemukakan bahwa karakter religius anak zaman sekarang mengalami dekadensi, yang berdampak negatif pada calon penerus bangsa yang baik dan berkarakter. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan urgensi pembelajaran Al-Quran dan Hadits dalam membentuk karakter religius, serta mengidentifikasi metode pembentukan karakter dan faktor pendukung serta penghambat dalam pembelajaran Qur’an dan Hadits di tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI). Penelitian ini menggunakan metode studi kepustakaan (library research), di mana data-data diperoleh dari buku dan artikel ilmiah yang relevan dengan topik penelitian, yang diakses melalui internet. Pencarian data dilakukan menggunakan aplikasi Publish or Perish untuk mengakses koleksi data dan sumber informasi dari jurnal-jurnal dalam database Crossref dan Google Scholar dengan menggunakan keyword “Pembentukan Karakter” dan “Pembelajaran Al Quran Hadits Madrasah Ibtidaiyah”. Teknik analisis data mengikuti tahapan Miles and Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran Al-Quran dan Hadits memiliki peran penting dalam pembentukan karakter religius peserta didik. Faktor-faktor pendukung untuk pembentukan karakter religius meliputi dukungan dari orang tua, guru, dan masyarakat, serta ketersediaan fasilitas yang memadai. Sementara itu, faktor-faktor penghambatnya meliputi bawaan karakter individu, pola asuh keluarga, dan lingkungan yang kurang mendukung proses edukasi. Metode pembentukan karakter religius melalui pembelajaran Al-Quran dan Hadits dapat dilakukan melalui keteladanan dan pembiasaan, serta metode fun learning. Dengan demikian, penelitian ini memberikan gambaran mengenai pentingnya pendidikan agama dalam membentuk karakter religius generasi muda, serta faktor-faktor yang dapat mendukung atau menghambat proses pembentukan karakter religius di lingkungan pendidikan MI.

Kata Kunci : Religious Character, Pembelajaran Al-Qur’an Hadist, PAI dan Madrasah Ibtidaiyah

1. PENDAHULUAN

Perkembangan zaman dan fenomena globalisasi yang semakin pesat memiliki dampak yang signifikan pada berbagai aspek kehidupan. Namun, dampak tersebut juga membawa perubahan negatif pada moral, budaya, dan karakter generasi muda saat ini. Fenomena kenakalan remaja menjadi semakin meresahkan karena terus meningkatnya jumlah kasus. Mereka cenderung melakukan tindakan yang melanggar norma baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah, seperti membolos, menghina orang yang lebih tua, merokok, minum alkohol, dan perilaku tidak pantas lainnya yang tidak mencerminkan sikap baik dan karakter yang diharapkan dari penerus bangsa. Tindakan ini juga bertentangan dengan nilai-nilai hukum dan agama. Baru-baru ini, terdapat berita yang menyebutkan bahwa enam remaja yang sedang merokok bahkan menganiaya seorang nenek di daerah Tapanuli Selatan . Hal ini semakin menggarisbawahi urgensi untuk memperbaiki moral dan karakter generasi muda agar mereka dapat menjadi penerus bangsa yang lebih baik di masa depan.

Pentingnya pembentukan karakter sejak dini terlihat dari berbagai fenomena kenakalan yang dilakukan oleh siswa yang masih di bawah umur. Oleh karena itu, salah satu cara untuk menerapkan nilai-nilai karakter adalah melalui lembaga pendidikan, terutama pada jenjang pendidikan dasar seperti SD/MI. Namun, hingga saat ini, masih banyak lembaga pendidikan yang lebih fokus pada pengembangan kecerdasan intelektual peserta didik daripada penanaman karakter. Padahal, karakter juga merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan karena mencerminkan kualitas pendidikan di sekolah tersebut. Pembentukan karakter yang baik akan membantu peserta didik menjadi pribadi yang berkarakter, selain memiliki keunggulan dalam aspek pengetahuan.

Permasalahan mengenai penurunan karakter pada generasi anak zaman sekarang tidak hanya terbatas pada siswa-siswa di sekolah umum atau negeri, tetapi juga terjadi pada siswa-siswa yang bersekolah di lembaga pendidikan Islam seperti MI. Sebagian besar orang awam beranggapan bahwa siswa-siswa MI pasti memiliki unggulan dalam bidang keagamaan, seperti mahir mengaji, menghafal surat-surat pendek Al-Quran, rajin menunaikan sholat fardhu, dan sebagainya. Namun, realitanya tidak semua peserta didik MI memenuhi harapan tersebut. Mungkin ketika berada di sekolah, mereka menunjukkan kedisiplinan dalam bidang keagamaan karena kewajiban yang ada di sekolah. Namun, ketika berada di luar lingkungan sekolah, seperti di rumah atau di lingkungan masyarakat, sikap mereka tidak sepatutnya dan bahkan acuh tak acuh terhadap nilai-nilai agama, mungkin karena lingkungan di sekitarnya juga tidak mengedepankan nilai-nilai agama dengan sepenuhnya.

Jika keluarga atau masyarakat memiliki sikap acuh terhadap kewajiban agama dan kurang pemahaman tentang nilai-nilai agama, hal ini dapat memiliki dampak negatif pada karakter anak. Keluarga memiliki peran utama sebagai pendidik pertama dalam kehidupan anak, dan materi pendidikan yang paling penting adalah nilai-nilai agama serta norma sikap yang baik. Jika pondasi agama tidak kuat atau kurang dipahami, serta lingkungan di sekitar anak sering menunjukkan kebiasaan buruk, maka anak cenderung meniru perilaku tersebut dan menyimpang dari aturan yang berlaku. Jika lingkungan tidak memberikan edukasi yang jelas tentang kewajiban, perbuatan baik, dan buruk, serta memaklumi perbuatan buruk, maka anak akan kesulitan membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Di zaman sekarang, dengan kurangnya pengawasan dan kurangnya kemampuan anak untuk memfilter informasi, dampak negatif dari lingkungan tersebut dapat mempengaruhi pembentukan karakter anak menjadi bertentangan dengan hukum, agama, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa.

Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya secara konsisten untuk mengampanyekan pendidikan karakter agar diterapkan di semua jenjang pendidikan, termasuk SD/MI, baik dengan mengintegrasikannya dalam mata pelajaran maupun melalui kegiatan ekstrakurikuler. Tujuan dari kampanye ini adalah untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan dengan fokus pada pengembangan akhlak mulia yang terpadu dan seimbang. Hal ini bertujuan agar kultur moral peserta didik dapat kembali utuh dan diarahkan pada perubahan yang lebih baik. Melalui pendidikan karakter, peserta didik akan dibentuk menjadi pribadi yang matang, memiliki moralitas dan tanggung jawab, serta cerdas secara intelektual dan emosional.

Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang menyatakan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan agar potensi peserta didik berkembang sehingga menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Pendidikan karakter memiliki beragam aspek, dan salah satu aspek yang perlu mendapatkan perhatian khusus dan relevan dengan kondisi karakter anak zaman sekarang yang semakin memburuk adalah aspek karakter religius. Karakter religius, menurut penjelasan Gunawan yang dikutip dalam penelitian Ahsanulkhaq (2019), mencakup nilai-nilai karakter yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, yang tercermin dalam pemikiran, kata-kata, dan perilaku berdasarkan ajaran agama. Pentingnya karakter religius ini untuk ditanamkan dan dikembangkan dalam diri peserta didik adalah agar mereka dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan ajaran agama, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.

Metode yang efektif untuk membentuk karakter religius siswa Madrasah Ibtidaiyah (MI) adalah dengan mengintegrasikan ajaran Al-Qur’an dan Hadits ke dalam kurikulum pembelajaran mereka. Tujuan dari mempelajari Al-Qur’an dan Hadits di tingkat MI adalah agar siswa dapat menerapkan ajaran-ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari, sehingga menjadi individu yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Selain itu, siswa juga akan belajar membaca, menulis, menghafal, menafsirkan, dan memahami isi Al-Qur’an dan Hadits. Melalui pendekatan ini, diharapkan siswa yang memahami dan mengamalkan ajaran Al-Qur’an dan Hadits akan terbentuk dengan akhlak yang mulia dan tetap berpegang pada norma-norma agama serta hukum yang berlaku. Dengan demikian, karakter religius peserta didik dapat terjaga dan tidak menyimpang dari ajaran agama yang dianutnya. Semua upaya tersebut tentunya akan membentuk karakter religius peserta didik MI dengan baik.

Guru dapat mengimplementasikan karakter religius melalui pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits dengan berbagai cara dan metode yang menarik serta disesuaikan dengan tujuan pembelajaran. Proses pembentukan karakter religius dapat diwujudkan melalui pembiasaan yang terus-menerus, keteladanan dari guru, penerapan sistem penghargaan dan hukuman, pengawasan, dan berbagai metode lainnya. Konsistensi dalam menjalankan pendekatan ini sangatlah penting, serta memberikan motivasi yang tepat kepada peserta didik. Selain itu, peran peserta didik dalam berkomitmen menjadi faktor penting agar karakter religius benar-benar terbentuk dalam diri mereka dan dapat diaplikasikan bukan hanya di lingkungan sekolah, tetapi juga di luar lingkungan sekolah. Dengan demikian, tujuan membentuk karakter religius peserta didik dapat tercapai dengan baik dan akan terus berkembang dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Untuk mengokohkan dan membentuk karakter religius dalam diri peserta didik, diperlukan partisipasi, kerjasama, dan peran aktif dari berbagai pihak yang ada di lingkungan sekitar peserta didik atau peserta didik itu sendiri, terutama melibatkan peran orang tua dalam lingkungan keluarga, guru di lingkungan sekolah, dan masyarakat. Karakter mencerminkan sifat dan kepribadian individu yang menjadi dasar dari pemikiran, tindakan, sikap, dan pandangan hidupnya, dan karakter ini dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya selain faktor genetik yang juga berperan.

Dalam konteks ini, setiap individu harus berperan aktif dalam menginternalisasi dan membentuk karakter religius anak atau peserta didik, sehingga akan menghasilkan generasi penerus yang memiliki moral dan budaya yang sesuai dengan ajaran agama dan hukum. Peran guru dalam pendidikan agama Islam di sekolah memiliki peran yang sangat penting. Kegiatan pendidikan agama Islam bertujuan untuk memperkuat keyakinan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran Islam di kalangan peserta didik, tidak hanya untuk meningkatkan kualitas pribadi, tetapi juga untuk membentuk masyarakat yang bertakwa. Salah satu pendekatan dalam pendidikan agama Islam adalah dengan mempelajari Al-Qur’an dan Hadits, di mana karakter religius siswa dibentuk melalui kebiasaan dan keteladanan dalam mengamalkan ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan dari pendekatan ini adalah untuk mengubah siswa menjadi individu yang lebih baik sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Hadits.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis studi kepustakaan (library research). Proses penelitian dimulai dengan mengumpulkan data dari buku dan artikel ilmiah yang relevan dengan topik penelitian, yaitu tentang pembentukan karakter melalui Pembelajaran Al-Quran Hadits. Data diakses melalui internet dan diambil dari sumber-sumber seperti jurnal melalui database Crossref dan Google Scholar dengan menggunakan kata kunci “Pembentukan Karakter” dan “Pembelajaran Al Quran Hadits Madrasah Ibtidaiyah.” Setelah data terkumpul, analisis data dilakukan dengan menggunakan tahapan model analisis Miles dan Huberman, yang meliputi reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan verifikasi atau penarikan kesimpulan (conclusion drawing) terkait penerapan pembentukan karakter melalui pembelajaran Al-Qur’an Hadits pada tingkat MI.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Pentingnya Formation of Religious Character Peserta Didik Melalui Pembelajaran Al-Qur’an dan Hadist

Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di MI mencakup Al-Qur’an dan Hadits sebagai salah satu komponen penting dalam kurikulum. Dalam pengajaran Al-Qur’an dan Hadits, tujuan utamanya adalah untuk mengembangkan keterampilan peserta didik dalam menulis, membaca, menerjemahkan, menghafal, menjelaskan, memahami, dan mengamalkan isi Al-Qur’an dan Hadits dengan baik. Dengan demikian, peserta didik diharapkan menjadi individu yang memiliki keimanan yang kuat dan ketakwaan kepada Allah SWT, serta berakhlak mulia. Tepat sekali. Selain mengembangkan keterampilan peserta didik dalam membaca, menghafal, dan memahami Al-Qur’an dan Hadits, pembelajaran ini juga bertujuan untuk membangkitkan minat mereka dalam mempelajari dan membaca Al-Qur’an secara rutin. Dengan semakin lancarnya kemampuan membaca Al-Qur’an, peserta didik akan lebih mudah memahami terjemahan dan isi kandungan yang terdapat di dalamnya. Selain itu, pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits juga memberikan panduan bagi peserta didik dalam berbagai aspek kehidupan, seperti etika, moral, sosial, dan nilai-nilai kemanusiaan. Dengan memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan Hadits, diharapkan peserta didik dapat menjadi individu yang berakhlak mulia dan memiliki pandangan hidup yang positif dan terarah.

Pembelajaran Al-Qur’an Hadits dapat memupuk rasa cinta peserta didik terhadap kedua sumber utama atau pedoman umat muslim dalam kehidupan, yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Rasa cinta tersebut akan tercermin dalam sikap, perbuatan, perilaku, dan tindakan sehari-hari peserta didik, yang menunjukkan bagaimana seorang muslim memiliki akhlakul karimah. Kedudukan akhlak dalam Islam sangat penting, sejajar dengan ajaran aqidah, ibadah, dan muamalah. Nabi Muhammad SAW, sebagai nabi terakhir, diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia. Oleh karena itu, menyempurnakan akhlak di dalam diri setiap individu menjadi hal yang utama. Untuk mencapai hal ini, pendekatan melalui kegiatan keagamaan, pembiasaan sikap akhlakul karimah, kedisiplinan, kesederhanaan, dan pendalaman makna hidup dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran.

Akhlak dapat diartikan sebagai karakter. Pendidikan karakter merupakan gabungan dari dua kata, yaitu “pendidikan” dan “karakter.” Istilah “pendidikan” memiliki beragam makna. Menurut UNESCO, pendidikan adalah suatu konsep atau sistem yang dapat berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat.

Konsep pendidikan selalu terkait dengan pengaruh pendidikan masa lalu, kebutuhan saat ini, dan masa depan.

Ahmad D. Marimba mendefinisikan pendidikan sebagai proses yang dilakukan oleh pendidik dengan sengaja untuk mengembangkan baik jasmani maupun rohani peserta didik, sehingga membentuk kepribadian yang utuh. Selain itu, menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah upaya untuk meningkatkan kepribadian, jiwa, dan raga anak agar dapat hidup selaras dengan alam dan masyarakat sekitarnya.

Dalam Islam, pendidikan dikenal dengan istilah tarbiyah yang berarti pendidikan, al-ta’lim yang berarti pengajaran, dan al-ta’dib yang berarti pendidikan budi pekerti. Dari definisi pendidikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk membimbing dan mengarahkan peserta didik, termasuk aspek berpikir dan kekuatan emosional, sehingga mencapai kematangan fisik dan mental yang diperlukan untuk membawa perubahan positif dalam diri individu.

Menurut definisi dalam KBBI, karakter merujuk pada sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan individu dari yang lain. Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Sudrajat yang dikutip oleh Abdusshomad (2020), karakter adalah pola tingkah laku yang bersifat individual yang mencerminkan keadaan moral seseorang. Sementara itu, menurut Russel William juga yang dikutip oleh Abdusshomad (2020), karakter adalah kemampuan yang dimiliki oleh individu yang harus dikembangkan dan diaplikasikan. Karakter mencakup akhlak yang ada dalam diri seseorang, dan dimulai dari kesadaran tentang perilaku, pemikiran, dan tindakan yang didasarkan pada nilai-nilai moral yang ditanamkan melalui pendidikan. Karakter menggambarkan watak atau kepribadian individu, yang menjadi dasar dari cara berpikir, bertindak, sikap, dan pandangan hidupnya, dan karakter ini dipengaruhi oleh faktor keturunan dan lingkungan sekitarnya.

Karakter religius merupakan bagian dari pendidikan karakter yang terdiri dari dua unsur, yaitu kepribadian dan agama. Kepribadian mencerminkan sifat dan perilaku seseorang dalam kaitannya dengan Tuhan, manusia lain, dan lingkungan sekitarnya. Karakter religius tercermin dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan tindakan individu, yang didasari oleh norma, hukum, praktik, budaya, dan adat istiadat agama yang diikuti

Dalam bahasa Inggris, “religius” memiliki makna sebagai agama atau keyakinan. Dalam konteks ini, religius bisa dimaknai sebagai point-point yang bersumber dari agama dan menjadi pedoman bagi manusia. Agama adalah nilai-nilai yang tertanam dalam jiwa seseorang sebagai bentuk keyakinan dalam menerima dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Retno Listyarti memberikan pengertian agama sebagai sikap dan perilaku yang patuh dalam menjalankan ajaran agamanya, termasuk toleransi terhadap ajaran agama lain dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

Berdasarkan definisi di atas, karakter religius dapat diartikan sebagai karakter yang menekankan pada individu untuk patuh terhadap ajaran agama yang dianut, baik dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa maupun hubungannya dengan sesama manusia. Karakter religius tercermin melalui pikiran, perkataan, dan sikap atau perbuatan yang diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Di tengah perubahan zaman yang membawa dampak besar dalam berbagai aspek kehidupan dan kemerosotan moral, penting untuk mengajarkan karakter religius dalam pendidikan, terutama pada jenjang pendidikan dasar, agar peserta didik memiliki panduan dalam membedakan antara yang baik dan buruk dengan tetap berpegang teguh pada ajaran dan ketetapan agama.

Melalui proses pendidikan, dibentuklah pendidikan karakter yang bertujuan untuk menciptakan sumber daya manusia yang terdidik dan mampu menghadapi berbagai tantangan zaman. Pendidikan karakter menjadi fondasi penting bagi seluruh anggota masyarakat, dan terus dikembangkan melalui pendidikan formal dan informal, mencakup pengetahuan, kesadaran, kemauan, dan tindakan. Pendidik memiliki peran kunci dalam membentuk karakter religius. Karakter religius terkait dengan hubungan seseorang dengan Tuhan, baik dari segi pemikiran, perkataan, maupun tindakan, sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Sebagai seorang Muslim, pandangan hidupnya berlandaskan pada tauhid yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunnah Nabi.

Dalam Islam, karakter disebut sebagai akhlak. Karakter atau akhlak yang baik merupakan hasil dari implementasi syari’ah yang didasari oleh aqidah yang kuat. Karakter religius terwujud ketika prinsip dan aturan agama diterapkan dengan baik dan benar. Sebagai contoh, umat Muslim yang beriman akan selalu mengikuti perintah Allah dan menjauhi segala larangannya. Karakter religius tidak hanya berhubungan dengan hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, tetapi juga berhubungan dengan hubungan manusia dengan sesama makhluk hidup. Bagaimana seseorang bersikap baik antara sesama makhluk hidup merupakan bagian dari karakter religius, karena pengetahuan tanpa didukung oleh moralitas dan karakter yang baik menjadi tidak bermakna.

3.2 Metode Formation of Religious Character Peserta Didik Melalui Pembelajaran Al-Qur’an dan Hadist

Pentingnya pendidikan karakter bagi peserta didik memiliki dampak besar dalam membentuk moral bangsa. Untuk mewujudkan pembentukan karakter yang efektif, lembaga pendidikan berperan penting dalam mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam pembelajaran. Pembelajaran Al-Qur’an Hadits menjadi salah satu alternatif solusi dalam upaya membentuk karakter religius peserta didik di Madrasah Ibtidaiyah (MI). Hal ini sejalan dengan fungsi dari mata pelajaran Al-Qur’an Hadits pada madrasah, yang mencakup beberapa hal berikut :

a. Pembinaan yaitu memantapkan keimanan dan keberagamaan peserta didik untuk meyakini kebenaran ajaran agama Islam yang sebelumnya telah dimulai di lingkungan pendidikan dan keluarga sebelumnya.

b. Koreksi, yaitu mengoreksi kesalahan dalam keyakinan, pemahaman dan pengamalan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.

c. Pencegahan, yaitu mencegah hal-hal negatif dari lingkungan dan budaya luar yang dapat merugikan peserta didik dan menghambat perkembangannya menjadi manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.

d. Pembiasaan yaitu menjadikan nilai-nilai dan kandungan Hadits Al-Qur’an sebagai pedoman bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Fungsi-fungsi penting dalam pembentukan karakter menjadi fokus utama dalam penyampaian materi al-Qur’an Hadits, termasuk penanaman, pengembangan, pencegahan, dan pembiasaan akhlak yang baik untuk mencerminkan semangat religius. Pembentukan karakter religius melalui Pembelajaran Al-Qur’an Hadits dapat diimplementasikan melalui metode-metode berikut :

a. Keteladanan dan Pembiasaan

Untuk mencapai maksimalnya fungsi pembelajaran Al-Qur’an Hadits, peran berbagai pihak menjadi sangat penting, terutama peran guru dan peran orang tua. Pembentukan karakter religius peserta didik dapat dimulai dari lingkungan terkecil, yaitu lingkungan keluarga, di mana orang tua memiliki peran utama dalam membentuk karakter religius peserta didik. Dalam keluarga, terutama ayah sebagai kepala keluarga, dengan dukungan dari anggota keluarga lainnya, harus mampu mendidik dan mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan oleh keluarga untuk menciptakan regenerasi yang berkualitas dan berhasil dalam menghasilkan individu-individu yang bermutu.

Sebagai orang tua, penting bagi mereka untuk memberikan bimbingan, pendidikan, dan menjadi contoh yang baik bagi anak-anak mereka. Hal ini bertujuan agar tidak hanya memberikan instruksi atau perintah saja, karena terkadang terdapat orang tua yang hanya memberikan perintah kepada anak tanpa melakukannya sendiri. Sebagai contoh, orang tua dapat memberikan contoh kepada anak tentang pentingnya sholat berjama’ah dan tepat waktu, mengaji setelah sholat, bersikap sopan santun, dan menunjukkan kebiasaan positif lainnya.

Selanjutnya, peran guru di sekolah memiliki kesamaan dengan peran wali murid di rumah, karena guru dianggap sebagai orang tua kedua bagi peserta didik di sekolah. Namun, hingga saat ini masih terdapat banyak guru yang hanya memfokuskan pembelajaran Al-Qur’an Hadits secara teori saja, sehingga dapat dikatakan bahwa implementasi atau aplikasi pembelajaran Al-Qur’an Hadits dalam kehidupan sehari-hari kurang. Guru seharusnya dapat membimbing dan memberikan contoh kepada peserta didik, misalnya dengan melaksanakan program-program yang diwajibkan oleh sekolah seperti membaca Al-Qur’an sebelum memulai pembelajaran, melaksanakan sholat dhuha dan sholat dhuhur berjama’ah, menghafal surat-surat pendek dan doa kegiatan sehari-hari, serta mengadakan kegiatan lainnya yang dapat membentuk karakter religius peserta didik.

Dengan memberikan contoh dan bimbingan, serta terus menerus melakukan pembiasaan terkait hal-hal seperti pelaksanaan ibadah, tata krama, sopan santun, dan kebiasaan positif lainnya sejak dini, bisa mendapatkan sisi positif dalam pembentukan karakter religius pada siswa. Hal ini akan menyebabkan karakter religius tertanam serta terbentuk dalam diri siswa, kemudian siswa akan terbiasa dan konsisten mengimplementasikan point-point religius yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Hadits dalam kehidupan sehari-hari tanpa perlu diarahkan atau diperingatkan terlebih dahulu.

b. Fun Learning

Guru juga dapat membentuk karakter religius peserta didik melalui kegiatan pembelajaran yang menyenangkan seperti menggunakan metode menyanyi agar peserta didik lebih mudah menghafalkan terjemahan ayat Al-Qur’an atau Hadits, melakukan aktivitas mencocokkan antara ayat Al-Qur’an maupun Hadits dengan terjemahannya menggunakan games, dan melakukan kegiatan bermain peran (role playing) untuk memperagakan contoh dari kandungan salah satu ayat Al-Qur’an atau Hadits. Selain itu, guru dapat mengadakan kompetisi atau lomba keagamaan seperti tartil, tilawah, dan cerdas cermat seputar Al-Qur’an dan Hadits, serta berbagai jenis kompetisi atau perlombaan lainnya agar bisa membuat siswa tertarik belajar belajar agama secara aktif dan menyenangkan.

Guru harus kreatif dan inovatif dalam pelaksanaan pembelajaran agar karakter religius dapat ditanamkan pada siswa MI. Selain itu, pembelajaran Al Quran dan Hadits juga akan memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi para siswa. Pembentukan nilai-nilai kepribadian dicapai tidak hanya melalui pembelajaran yang kreatif tetapi juga melalui pembentukan kebiasaan dan keteladanan dalam membangun kepribadian yang religius sesuai dengan nilai-nilai religius yang tercermin dalam kepribadian siswa, khususnya setelah mempelajari Al-Qur’an. dokumen dan hadits sebagai bagian dari materi keagamaan

3.3 Faktor-Faktor Pendukung dan Kendala Formation of Religious Character Peserta Didik Melalui Pembelajaran Al-Qur’an dan Hadist

Penting guna menerapkan pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits yang mengedepankan peneladanan pada nilai-nilai agama di seluruh madrasah. Pembentukan karakter religius dapat berhasil melalui pembiasaan, teladan, dan pembelajaran yang menggembirakan, sehingga siswa bisa antusias dan penuh semangat memahami dan mengikuti ajaran Islam.

Dalam menjalankan pembelajaran Al-Qur’an Hadits berbasis pembentukan karakter religius, terdapat beberapa faktor pendukung yang dapat membantu merealisasikan tujuan tersebut, yaitu sebagai berikut:

a. Terdapat dorongan dan kontribusi bagus dari guru, orang tua, dan lingkungan masyarakat

Peran pendidik serta wali murid sangat krusial membentuk karakter religius siswa, karena sebagian besar waktu anak dihabiskan di rumah dan di sekolah. Dengan demikian, karakter religius anak akan terbentuk berdasarkan apa yang mereka lihat dan tiru di rumah maupun di sekolah.

Orang tua dan guru perlu berupaya memberikan contoh yang positif dan menerapkan kebiasaan-kebiasaan yang baik untuk membentuk karakter religius peserta didik. Selain itu, lingkungan masyarakat di sekitar anak juga berpengaruh, jika lingkungannya memiliki kebiasaan yang baik dan mengedukasi hal-hal positif, bahkan hal sederhana seperti saling menyapa, maka anak juga akan terbiasa melakukan hal tersebut, menunjukkan sikap sopan santun yang dimiliki oleh anak tersebut.

Dukungan dari orang tua dan lingkungan memainkan peran krusial dalam mencapai tujuan mulia pembentukan karakter religius. Tanpa kesadaran dan dukungan dari seluruh pihak, cita-cita pendidikan Islam yang bermutu sulit terwujud. Penting bagi pendidik untuk menjadi teladan dalam menanamkan kebiasaan baik agar generasi muda dapat membentuk akhlak yang baik dan sikap positif. Oleh karena itu, penting untuk mengajarkan nilai-nilai luhur dari al-Qur’an dan Hadits kepada peserta didik sehingga mereka dapat mengembangkan sikap santun dan sopan dalam era modern ini.

b. Fasilitas yang mendukung dan memadai

Contohnya, di lingkungan rumah, dapat disediakan tempat khusus untuk ibadah yang nyaman, dilengkapi dengan perlengkapan ibadah seperti sajadah dan Al-Qur’an yang mudah diakses. Di sekolah, juga disediakan fasilitas yang mendukung kegiatan keagamaan, seperti mushola untuk shalat berjamaah atau kegiatan ekstrakurikuler keagamaan lainnya, serta tempat wudhu yang bersih dan peralatan shalat yang memadai.

Penting bagi lembaga pendidikan MI untuk menyediakan fasilitas pendidikan yang memadai, termasuk tempat yang nyaman untuk belajar dan juga tempat ibadah. Fasilitas ini akan menjadi sarana untuk menimba ilmu agama dan membentuk perilaku serta karakter yang religius bagi peserta didik.

Dengan tersedianya fasilitas yang mendukung dan memadai baik di rumah maupun di sekolah, peserta didik akan lebih termotivasi dalam beribadah, sehingga membantu membentuk karakter religius mereka. Selain itu, adanya dukungan orang tua di rumah dan perpustakaan di sekolah yang menyediakan bahan bacaan tentang keagamaan, seperti buku tentang akhlakul karimah, dapat memberikan kontribusi positif dalam menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari peserta didik.

Dalam pembelajaran al-Qur’an Hadits, penting untuk membangun karakter religius melalui pembiasaan semangat beribadah, dengan menyediakan ruang-ruang yang representatif untuk memupuk nilai-nilai religius. Banyak lembaga pendidikan telah berhasil mengembangkan karakter religius dengan efektif karena fasilitas yang memadai dan sesuai dengan target pembelajaran.

Dukungan dari orang tua dan lingkungan sekitar, serta ketersediaan fasilitas yang nyaman dan memadai, memiliki efek positif dalam membentuk karakter religius peserta didik, terutama di Madrasah Ibtidaiyah yang merupakan masa penting dalam pembentukan nilai-nilai religius. Namun, selain faktor pendukung, ada juga faktor-faktor penghambat yang kadang-kadang menghambat proses pembentukan karakter. Oleh karena itu, para pendidik di tingkat Madrasah Ibtidaiyah perlu memperhatikan faktor-faktor penghambat tersebut, di antaranya adalah sebagai berikut :

a. Faktor bawaan lahir atau keturunan

Anak seringkali memiliki karakter atau sifat, sikap, dan kebiasaan yang sulit diubah dan membutuhkan waktu, terutama jika tidak ada kesadaran dan kemauan dari diri peserta didik untuk mengubah karakter, sikap, dan kebiasaan buruk tersebut. Contoh yang sering muncul adalah rasa malas, seperti malas sholat, mengaji, atau malas untuk mengerjakan ibadah lainnya dan berbuat baik.

Faktor yang menghambat proses pembentukan karakter religius melalui pembelajaran al-Qur’an Hadits di tingkat MI adalah adanya faktor bawaan atau hereditas yang telah terbentuk sejak lahir dari rahim kedua orang tua dan mewarisi sifat tersebut dari generasi sebelumnya. Hal ini menjadi sangat sulit diubah karena karakter yang terbentuk tersebut cenderung mirip dengan karakter orang tua, terutama jika orang tua tersebut memiliki karakter yang kurang baik.

Untuk mengatasi hal tersebut, peserta didik dapat melakukan beberapa langkah, seperti mencari teman-teman yang rajin beribadah dan memiliki akhlakul karimah sebagai contoh yang baik, memahami konsekuensi dan hukuman yang mungkin akan diterima jika malas beribadah dan berbuat buruk, memotivasi diri sendiri dengan menetapkan tujuan dalam beribadah dan berbuat baik, serta melakukan berbagai hal lain yang dapat membangun semangat dan konsistensi dalam mengerjakan ibadah dan berbuat baik sehari-hari.

Karakter bawaan yang dipengaruhi oleh gen orang tua memang sulit untuk diubah dengan cepat, kecuali jika dilakukan pola pembiasaan yang intensif dan berkelanjutan. Dalam pembelajaran al-Qur’an Hadits di tingkat MI, seringkali karakter yang sudah terbentuk dari keluarga harus diluruskan oleh pendidik agar peserta didik dapat mengembangkan nilai religius yang sesuai dan tepat sasaran.

b. Latar belakang dan pola asuh peserta didik yang berbeda.

Perbedaan latar belakang dan pola asuh peserta didik menyebabkan variasi tingkat kereligiusan, pemahaman, dan pengetahuan tentang agama di antara mereka. Keluarga, sebagai unit terkecil dalam masyarakat, memainkan peran krusial dalam membentuk karakter dan pembinaan masyarakat bangsa. Peserta didik yang tumbuh dalam keluarga yang mengajarkan dan membiasakan untuk berdoa sebelum dan sesudah kegiatan, melaksanakan sholat berjamaah dan tepat waktu, serta mengaji setelah sholat, akan memiliki perbedaan dengan peserta didik yang orang tuanya sibuk bekerja, kurang perhatian terhadap anak, dan memberikan gawai tanpa pengawasan.

Anak yang tumbuh dengan pembiasaan dan didikan kegiatan positif akan membentuk karakter yang baik dan memiliki akhlak yang baik sesuai dengan kebiasaan positif yang mereka lakukan. Di sisi lain, jika anak diberikan gawai oleh orang tua tanpa pengawasan dan orang tua bersikap acuh, maka karakter anak akan terbentuk sesuai dengan apa yang ia lihat di dalam gawai tersebut. Jika yang dilihat adalah hal-hal positif, maka anak mungkin akan bersikap bersyukur. Namun, jika yang dilihat adalah hal-hal negatif, mungkin anak tersebut akan memiliki sikap dan sifat kurang baik.

c. Lingkungan yang tidak mengedukasi, memiliki kebiasaan buruk, memiliki pengetahuan sedikit tentang agama dan kurang paham agama.

Lingkungan yang dimaksud di sini mencakup lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Jika lingkungan tersebut tidak mendukung dan cenderung memiliki kebiasaan buruk, maka dalam diri peserta didik juga akan tertanam kebiasaan buruk dan terbentuk karakter yang kurang baik. Mereka mungkin tidak memiliki akhlakul karimah, sulit membedakan mana yang baik dan buruk, tidak mengerti tata cara wudhu, sholat, membaca Al-Qur’an, serta dapat mengalami dampak negatif lainnya yang mencerminkan kerusakan karakter religius peserta didik.

Faktor-faktor seperti bawaan genetik, latar belakang pola asuh, dan lingkungan yang kurang mendidik, terutama dalam proses mendidik peserta didik, dapat mempengaruhi pembentukan kebiasaan yang tidak baik. Hal ini menjadi semakin penting mengingat anak-anak di Madrasah Ibtidaiyah pada zaman sekarang sudah terpengaruh oleh penggunaan gadget sejak era pandemi yang mengharuskan adanya pembelajaran secara daring. Akibatnya, lambat laun pola hidup yang positif mulai terkikis dan dampak negatifnya bisa berpengaruh pada pembentukan karakter religius peserta didik.

Peran orang tua dan guru memiliki peran yang sangat penting dalam membekali dan melindungi anak dan peserta didik, khususnya pada jenjang Madrasah Ibtidaiyah, untuk mencapai tujuan membentuk sosok religius yang paripurna. Dalam hal ini, kepiawaian guru dalam menggunakan strategi pembelajaran yang tepat, kebiasaan dan memberikan keteladanan yang baik akan membantu mengatasi permasalahan dalam pembelajaran Al Quran dan Hadits yang sebelumnya dihadapi murid. Dengan cara ini, siswa akan menjadi bagian dari masyarakat sipil dan perilaku negatif pada anak dapat dihilangkan.

4. KESIMPULAN

Pembelajaran Al-Qur’an Hadits merupakan metode efektif untuk membentuk karakter religius siswa MI. Tujuan pembelajaran Al-Qur’an Hadits meliputi kemampuan menulis, membaca, menerjemahkan, menghafal, menafsirkan, memahami, dan mengamalkan isi kandungan ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits. Dengan demikian, siswa dapat menjadi individu yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, serta memiliki akhlak mulia.

Pembentukan karakter religius dengan mempelajari mantra-mantra Al-Quran dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti keteladanan dan kebiasaan, serta metode pembelajaran yang menarik. Faktor pendukung dalam proses ini antara lain dukungan orang tua, guru, dan masyarakat, serta tersedianya fasilitas yang memadai. Namun, ada juga beberapa faktor penghambat yang harus diperhatikan, seperti kepribadian bawaan, pola asuh keluarga, dan lingkungan non-pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdusshomad, A. (2020). Pengaruh Covid-19 terhadap Penerapan Pendidikan Karakter dan Pendidikan Islam. QALAMUNA: Jurnal Pendidikan, Sosial, Dan Agama, 12(2), 107–115. https://doi.org/10.37680/qalamuna.v12i2.407

Ahsanulkhaq, M. (2019). Membentuk Karakter Religius Peserta Didik Melalui Metode Pembiasaan. Jurnal Prakarsa Paedagogia, 2(1), 21–33.

Arito, A., Husniyah, F., & Ramadhanisnaini, N. M. (2022). Model Pendidikan Nilai dengan Orientasi Pemberdayaan Peserta Didik. Tarbiyatuna: Jurnal Pendidikan Ilmiah, 7(2), 193- 210

Detik.com. (1 Agustus 2023). Pelajar Tendang Nenek di Tapanuli Selatang: Kronologi Hingga Pelaku Tersangka. https://news.detik.com/berita/d-6424046/pelajar-tendang-nenek-di-tapanuli-selatan-kronologi-hingga-pelaku-tersangka

Efendi, J. (2022). Pembelajaran Al- Qur’an Hadits di Madrasah Ibtidaiyah Nurul Ihsan. SKULA: Jurnal Pendidikan Provesi Guru Madrasah Ibtidaiyah Nurul Ihsan, 2(3), 113–118

Efendi, R., & Ningsih, A. R. (2022). Pendidikan Karakter di Sekolah. Pasuruan: Penerbit Qiara Media

Hidayatullah, M. F. (2018). Paradigma Pendidikan Keluarga: Supervisi dan Motiv Keterlibatan Orang Tua dalam Pelaksanaan Ibadah. Jurnal Tarbiyatuna: Kajian Pendidikan Islam, 2(1), 58-74.

Imansyah, H. (2020). Membentuk Karakter Religius Siswa melalui Pembelajaran Al-Qur’an Hadits di MTs Negeri 2 Hulu Sungai Tengah. Sagacious Jurnal Ilmiah Pendidikan Dan Sosial, 7(1), 9–18

Jadidah, A. (2021). Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan Agama Islam: Problematika dan Solusi. Tarbiyatuna: Jurnal Pendidikan Ilmiah, 6(1), 65-82.

Japar, M., Zulela, M. S., & Mustoip, S. (2018). Implementasi Pendidikan Karakter. Surabaya: Jakad Media Publishing

Lutfi, M. K. (2022). Pembentukan Karakter Religius Santri Madrasah Diniah (Studi Kasus di Madrasah Diniyah Miftakhul Ulum Gambirkuning Kraton Pasuruan): Jurnal Tarbawi, 10(02), 1–13

Luthfiyah, R., & Zafi, A. A. (2021). Penanaman Nilai Karakter Religius Dalam Perspektif Pendidikan Islam Di Lingkungan Sekolah RA Hidayatus Shibyan Temulus. Jurnal Golden Age, 5(2), 513–526.

Mahmudiyah, A., & Mulyadi. (2021). Pembentukan Karakter Religius di Madrasah Ibtidaiyah Berbasis Pesantren. ZAHRA: Research and Tought Elementary School of Islam Journal, 2(1), 55–72. https://doi.org/10.37812/zahra.v2i1.223

Muchtar, A. D., & Suryani, A. (2019). Pendidikan Karakter Menurut Kemendikbud. Edumaspul: Jurnal Pendidikan, 3(2), 50–57. https://doi.org/10.33487/edumaspul.v3i2.142

Nandasari, R. N., Somantri, E. B., & Jati, S. N. (2016). Analisis Pendidikan Karakter Religius di Kelas A2 Taman Kanak-Kanak Bina Insan Pontianak Tenggara Ria. Edukasi: Jurnal Ilmiah Pendidikan Anak Usia Dini, 4(1), 1–7.

Nurkholis. (2013). Pendidikan dalam Upaya Memajukan Teknologi. Jurnal Kependidikan, 1(1), 24–44

Pranowo, D. J. (2013). Implementasi Pendidikan Karakter Kepedulian dan Kerja Sama pada Mata Kuliah Keterampilan Berbicara Bahasa Prancis dengan Metode Bermain Peran. Jurnal Pendidikan Karakter, 4(2), 1–19.

Rahman, A., Munandar, S. A., Fitriani, A., Karlina, Y., & Yumriani. (2022). Pengertian Pendidikan, Ilmu Pendidikan dan Unsur-Unsur Pendidikan. Al Urwatul Wutsqa: Kajian Pendidikan Islam, 2(1), 1–8.

Ramli, N. (2020). Pendidikan Karakter: Implementasi Pembelajaran IPS Tingkat Menengah. Pare-Pare: IAIN Parepare Nusantara Press.

Rasikh, A. (2019). Pembelajaran Al-Qur’an Hadits di Madrasah Ibtidaiyah: Studi Multisitus pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri Model Sesela dan Madrasah Ibtidaiyah At Tahzib Kekait Lombok Barat. Jurnal Penelitian Keislaman, 15(1), 14–28. https://doi.org/10.20414/jpk.v15i1.1107

Rofi’ie, A. H. (2017). Pendidikan Karakter Adalah Sebuah Keharusan. WASKITA: Jurnal Pendidikan Nilai Dan Pembangunan Karakter, 1(1), 113–128. https://doi.org/10.21776/ub.waskita.2017.001.01.7

Rohmah, N., & Aziz, N. C. (2018). Peran Wanita dalam Pembinaan Mental Agama Generasi Bangsa Masa Depan (Telaah Kritis Peran Ganda Perempuan Perspektif Islam). AL-FIKRAH: Jurnal Studi Ilmu Pendidikan dan Keislaman, 1(1), 56-70.

Santika, T. (2018). Peran Keluarga, Guru Dan Masyarakat Dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini. JUDIKA (Jurnal Pendidikan Unsika), 6(2), 77-85

Santoso, A., Iman, N., & Ariyanto, A. (2020). Strategi Guru dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Al-Qur’an Hadits di MI Muhammadiyah 12 Ngampel Balong Ponorogo. Jurrnal Mahasiswa Tarbawi: Journal on Islamic Education, 4(2), 123–130.

Suparlan. (2021). Penguatan Pendididikan Karakter dengan Menggunakan Metode Imtaq dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan di Sekolah Dasar/MI. MASALIQ: Jurnal Pendidikan Dan Sains, 1(3), 17–32

Wahyuni, A. (2021). Pendidikan Karakter: Membentuk Pribadi Positif dan Unggul di Sekolah. Sidoarjo: UMSIDA Press.

Yahya, M., & Ramadan, W. (2019). Implementasi Pendidikan Karakter Religius di SMA Se Kalimantan Selatan. Banjarmasin: Antasari Press.

Zaman, B. (2019). Urgensi Pendidikan Karakter yang Sesuai dengan Falsafah Bangsa Indonesia. AL GHAZALI :Jurnal Kajian Pendidikan Islam Dan Studi Islam, 2(1), 16–31

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

LAMPUNGMEDIAONLINE.COM adalah portal berita online dengan ragam berita terkini, lugas, dan mencerdaskan.

KONTAK

Alamat Redaksi : Jl.Batin Putra No.09-Tanjung Agung-Katibung-Lampung Selatan
Telp / Hp: 0721370156 / 081379029052
E-mail : redaksi.lampungmedia@gmail.com

Copyright © 2017 LampungMediaOnline.Com. All right reserved.

To Top