Oleh : Aditya Akbar
Ketika pandemi Covid-19 masih melanda Indonesia, pemerintah langsung menggelontorkan dana lebih dari 600 trilyun rupiah untuk mengatasinya.
Uang sebanyak itu digunakan untuk membeli APD dan peralatan medis serta memberi bantuan sosial kepada masyarakat yang terkena efek corona. Ketika ada proyek bansos dan pembelian APD tentu sangat rawan dari korupsi, dan Presiden Jokowi menegaskan bahwa orang yang ketahuan mengambil dana itu akan dihukum berat.
Pemerintah Indonesia menganggarkan dana ratusan trilyun untuk menangani virus Covid-19.
Uang itu tidak hanya digunakan untuk membeli baju hazmat dan alat kesehatan, tapi juga dipakai untuk membeli sembako yang akan dibagikan melalui program bantuan sosial. Tiap keluarga mendapat bantuan berupa beras, gula, dan kebutuhan pokok lainnya. Sementara di luar jabodetabek rata-rata bansosnya berupa uang kontan, agar mudah untuk didistribusikan.
Pemberian bantuan sosial ini sangat rawan untuk dikorupsi, baik oleh pejabat tinggi maupun perangkat desa. Mereka bisa berpotensi menyunat bansos, baik dengan mengurangi isi paket sembako atau mengambil sebagian kecil dari uang 600.000 yang seharusnya diberikan kepada rakyat miskin. Masyarakat yang belum tahu apa isi bansos tersebut tentu tidak akan curiga pada mereka.
Presiden Joko Widodo sudah menegaskan bahwa setiap pejabat atau orang sipil yang ketahuan menyelewengkan dana untuk penanganan Covid-19 akan dihukum dengan tegas. Tidak peduli besar atau kecil dari nilai pemotongannya. Penegasan ini memang harus dilakukan, karena pencurian hak orang lain tidak bisa dibenarkan. Tidak ada alasan pemotongan dana bansos untuk biaya administrasi atau pengiriman, karena semua sudah ditanggung oleh pemerintah.
Kapolri Jendral Idham Azis menyatakan bahwa ia dan segenap anak buahnya siap menjalankan perintah dari Presiden untuk menindak mereka. Pengemplang dana bansos dan bantuan untuk masyarakat yang terdampak Covid-19 sudah seharusnya dihukum, agar menimbulkan efek jera dan tidak ditiru oleh pejabat di daerah lain. Ketika ada kecurangan maka tentu harus diurus dalam hukum pidana.
Korps Bhayangkara juga sudah membentuk Satuan Tugas, yang dikomandoi oleh Komjen Listyo Sigit Prabowo. Ia yang menjabat sebagai Kepala Bareskrim Polri sudah siap melaksanakan tugas. Jika ada oknum pejabat atau sipil yang terbukti menyunat bantuan Covid-19, akan segera ditangkap.
Selain Kaplori, KPK juga siap menindak oknum yang tega mengurangi dana bantuan bagi rakyat yang terkena efek corona. Ketua KPK Firli Bahuri meminta seluruh elemen masyarakat juga ikut andil dalam mengawasi pemberian dan distribusi dana bantuan sosial.
Jika ada kecurangan, maka cara melaporkannya adalah dengan membuka situs Jaga dengan mengeklik program JAGA KPK atau bisa via aplikasi. Pelaporan via dunia maya ini tentu prosesnya mudah dan cepat, sehingga jika ada penyelewengan dana akan lekas ditindak oleh KPK dan polisi.
Jika ada oknum pejabat atau orang sipil yang ketahuan mengambil dana bansos yang seharusnya diberikan kepada rakyat miskin, akan terkena hukuman berupa penjara selama 5 tahun atau denda maksimal 500 juta rupiah. Ini sudah diatur dana pasal 43 ayat 1. Jadi diharap semua orang ikut bekerja sama dalam menyalurkan dana atau paket sembako bagi rakyat yang kena efek pandemi Covid-19. Bukannya dimakan sendiri, karena akan dihukum berat, belum lagi hukuman sosialnya.
Bagi pejabat tinggi maupun level desa, jangan sekali-kali mengambil dana bantuan sosial bagi rakyat yang kena efek Covid-19, walau hanya 1 kg beras. Jika nekat maka akan kena hukuman penjara atau denda ratusan juta. Masyarakat juga diharap ikut aktif mengawasi proses distribusi bantuan dan melaporkannya ke situs KPK jika ada kecurangan.
Penulis adalah kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI)