Oleh :
Novita Wibowo (2114151003),
Nabila Daud (2114151059),
Inggomeye Bima Pranandho (2154151007)
Konflik atau pertentangan merupakan wujud dari persaingan terhadap persaingan yang terbatas, tidak adanya saling pengertian atau tidak adanya keinginan menghargai keberadaan entitas lain disekitarnya. Konflik antara Manusia dan Satwa liar menurut pengertiannya sesuai dengan Pasal 26 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar, menyatakan satwa yang karena suatu sebab keluar dari habitatnya dan membahayakan kehidupan manusia harus digiring atau ditangkap dalam keadaan hidup untuk dikembalikan ke habitatnya atau apabila tidak memungkinkan untuk dilepaskan kembali kehabitatnya, satwa dimaksud dikirim ke lembaga konservasi untuk pemeliharaan dan pengembang biakan oleh lembaga-lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah.
Satwa liar digolongkan dalam jenis yang dilindungi dan tidak dilindungi. Pada dasarnya satwa liar memiliki naluri untuk menjauhi manusia, namun dengan berbagai sebab akhirnya terjadi konflik antara satwa liar dengan manusia, khususnya yang berada di sekitar lokasi kawasan hutan yang merupakan habitat alami bagi satwa liar. Dalam kejadian konflik ada 2 perbedaan kepentingan yang perlu mendapat perhatian utama, kepentingan masyarakat dan jiwa,atau ketentramannya terganggu dan kepentingan satwa yang dalam konteks Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya perlu dilindungi dan dipertahankan keberadaan dan kelestariannya. Contoh hewan yang dilindungi ini adalah Gajah dan Harimau yang rentan sekali mengalami konflik dengan manusia.
Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) hidupnya menempati daerah sungai, padang rumput, semak berduri dan habitat hutan, terkadang mencapai areal pertanian dan perkebunan (Yusnaningsih, 2004) . Habitat gajah sumatera dari tahun ketahun menunjukkan penyempitan yang signifikan. Hal ini salahsatunya karena laju perluasan lahan pertanian, perkebunan, pemukiman serta industri secara langsung telah memberikan pengaruh terhadap berkurangnya habitat gajah. Kemudian, habitat yang berkurang ini menyebabkan terputusnya jalur pergerakan gajah untuk migrasi dan dispersi. Oleh sebab itu, banyak kelompok gajah yang terkantung-kantung disuatu daerah saja, terisolasi pada habitat yang dikelilingi oleh banyaknya aktivitas manusia.
Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan satu dari enam sub spesies harimau yang masih bertahan hidup hingga saat ini dan hewan endemic pulau Sumatra. Dia memiliki tubuh yang relatif paling kecil dibandingkan semua sub spesies harimau yang hidup saat ini. abitat Harimau Sumatera beranekaragam dari dataran pantai berawa payau dengan tipe vegetasi hutan primer, hutan sekunder, padang rumput. sampai lahan perkebunan dan pertanian masyarakat (Olivia, 2011). Ancaman terbesar terhadap kelestarian Harimau Sumatera sama halnya dengan gajah yang terjadi karena aktivitas manusia, terutama konversi kawasan hutan untuk tujuan pembangunan seperti perkebunan, pertambangan, perluasan pemukiman, transmigrasi dan pembangunan infrastruktur lainnya. Selain mengakibatkan fragmentasi habitat, berbagai aktivitas tersebut juga sering memicu konflik antara manusia dan harimau, sehingga menyebabkan korban di kedua belah pihak, bahkan sering berakhir dengan tersingkirnya harimau dari habitatnya (Soehartono, 2007).
Konflik merupakan pertentangan antara banyak kepentingan, nilai, tindakan atau arahan, serta sudah merupakan bagian yang menyatu sejak kehidupan ada (Johnson dan Duinker 1993). Selanjutnya PHKA (2008) menyebutkan bahwa konflik manusia-satwa liar adalah segala interaksi antara manusia dan satwa liar yang mengakibatkan efek negatif kepada kehidupan sosial manusia, ekonomi, kebudayaan, dan pada konservasi satwaliar dan atau pada lingkungannya. Jadi secara umum konflik muncul antara lain karena rusak atau menyempitnya habitat satwa liar yang disebabkan salah satunya karena aktifitas maka untuk saat ini mitigasi atau penyelesaian yang dilakukan adalah dapat dilakukan penerapan peraturan pemerintah seperti halnya yang dilakukan di Resort KSDA Padang. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 48/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Penanggulangan Konflik Antara Manusia dan Satwa Liar dengan tahapan informasi dan laporan, dalam tahapan ini mengatur perlu adanya pihak yang bertanggungjawab menerima informasi dan laporan konflik serta mengatur tentang media/ sarana komunikasi untuk penyampaian informasi konflik. tahap berikutnya adalah analisa informasi/laporan, tahapan berikutnya dalam penanganan konflik manusia adalah menganalisa laporan dan jika dinilai perlu ditindak lanjuti, tim harus segera memeriksa lokasi kejadian konflik kemudian kerjasama antara masyarakat dengan kearifan lokalnya yang selalu terjaga sehingga mempercepat penanganan dan penghalauan terhadap satwa beruang tersebut dan akhirnya satwa beruang berhasil di usir kembali ke hutan (habitat). Selain itu mitigasi yang dilakukan adalah dengan cara sosialisasi kepada masyarakat tentang tahapan dan prosedur penanganan konflik sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.48/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Penanggulangan Konflik Antara Manusia dan Satwa Liar. Mengupayakan penjagaan pada daerah rawan dan atau menghimbau bagi masyarakat yang beraktifitas pada daerah rawan konflik dilakukan secara berombongan sehingga jika terjadi serangan, masyarakat dapat saling membantu
Kemudian untuk mitigasi konflik antara gajah dan manusia dapat dilakukan adalah dengan kegiatan preventif yang terdiri dari membuat parit, pagar beraliran listrik, menanam jenis tanaman yang tidak disukai gajah, pengayaan pakan alami di dalam habitat gajah, dan melakukan patroli di habitat gajah. Lalu menggunakan kegiatan kegiatan kuratif, ini merupakan kegiatan dengan tujuan menanggulangi pada saat terjadinya konflik. Upaya yang dilakukan misalnya dengan menghalau dengan gajah jinak dan terlatih, menghidupkan petasan, obor, lampu senter berukuran besar, suarasuara untuk menghalau agar gajah tidak memasuki areal padat hunian. Sedangkan untuk mitigasi harimau dapat dilakukan dengan cara dilakukannya pemasangan perangkap dilokasi konflik dan rehabilitasi Harimau Sumatera yang tertangkap. Sangat diperlukannya tindakan intensif untuk mencegah terjadinya kasus konflik yang berkepanjangan yang bisa memberikan dampak negatif bagi manusia maupun bagi Harimau Sumatera yang memicu kepunahan bagi satwa ini. Langkah tindakan sosial seperti mengembalikan local wisdom atau kearifan lokal masyarakat terhadap satwa Harimau juga perlu ditingkatkan, karena kultur masyarakat Sumatera Barat yang sangat menghormati satwa ini yang dianggap sebagai warisan leluhur yang telah tercantum dalam berbagai kultur Minang salah satunya seperti silek. Dengan mengmbalikan kearifan lokal masyarakat yang hidup berdampingan dengan satwa liar ini akan menjadikan langkah dimana kegiatan sosial dan perekonomian masyarakat tetap dapat berlangsung tanpa harus merugikan salah satu pihak. Penyadaran kearifan lokal dengan hidup berdampingan dengan satwa liar tentunya tidaklah mudah. Akan tetapi ini dapat dilakukan secara bertahap seperti yang telah dilakukan oleh WWF pada Negara seperti India dengan melakukan pengandangan hewan ternak yang aman dari serangan Harimau hingga menekan alih fungsi lahan hutan sehingga habitat satwa liar tidak terganggu dan kelestrian lingkungan juga terjaga.
Sumber
Yusnaningsih. 2004. Intensitas Konflik Gajah (Elephas maximus sumatranus) dengan Manusia di Sekitar Pos Penelitian Sikundur (Aras Napal) Ekosistem Leuser. (Skripsi). Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh
Oliviana, Kelama Evine. 2011. Pendugaan Populasi Harimau Sumatera Panthera Tigris Sumatrae, Pocock 1929 Menggunakan Metode Kamera Jebakan Di Taman Nasional Berbak. Skripsi. IPB. Bogor.
Soehartono. 2007. Strategi Dan Rencana Aksi Konservasi Harimau Sumatera. Departemen Kehutanan.
Arnes Satriani, H. Y. 2020. Penerapan peraturan menteri kehutanan nomor P 48/Menhut-II/2008 tentang pedoman penanggulangan konflik antara manusia dan satwa liar pada Wilayah Kerja Resort Konservasi Sumber Daya Alam Kota Padang. Normative Jurnal Ilmiah Hukum. 8(2 November): 11-24.
Rahman, H., Hidayat, R. A/., Nazar, A. H. 2022. Degradasi landskap hutan dan pola konflik harimau Sumatra dengan manusia di Kabupaten Pesisir Selatan. El-Jughrafiyah. 2(1):30-38.
Berliani, K. (2022, October). Upaya Komprehensif Dalam Penanggulangan Konflik Manusia & Gajah. In Prosiding Seminar Nasional Biotik (Vol. 10, No. 2, pp. 12-22)