Menjelang momentum keagamaan seperti bulan Ramadan dan Idulfitri, masyarakat sering kali menghadapi tantangan yang kompleks. Salah satunya adalah ancaman radikalisme dan terorisme, yang kerap meningkat pada momen-momen penting ini. Fenomena ini membutuhkan perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, tokoh agama, dan masyarakat luas.
Momentum keagamaan merupakan waktu yang sangat dinantikan oleh umat beragama. Ramadan, misalnya, adalah bulan suci bagi umat Muslim untuk memperkuat spiritualitas dan solidaritas sosial. Namun, momen ini juga sering dimanfaatkan oleh kelompok radikal untuk menyebarkan ideologi ekstrem dan melakukan aksi teror.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran terkait potensi gangguan keamanan di tengah perayaan keagamaan.
Pemerintah, melalui Surat Edaran (SE) Tiga Menteri, telah menetapkan kebijakan terkait libur sekolah pada bulan Ramadan 1446 H/2025 M. SE ini ditandatangani oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan Menteri Agama Nasaruddin Umar. Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan ruang bagi peserta didik untuk menjalankan ibadah dan mempererat tali silaturahim dengan keluarga.
Namun, kebijakan ini harus diimbangi dengan langkah-langkah pengamanan yang ketat. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dengan latar belakangnya sebagai mantan Kepala Kepolisian Republik Indonesia, memiliki pengalaman dalam menangani ancaman terorisme. Langkah strategis seperti peningkatan patroli keamanan dan pengawasan terhadap kelompok-kelompok yang terindikasi radikal perlu dilakukan secara intensif.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, mengatakan bahwa selama libur Idulfitri, peserta didik diharapkan untuk melaksanakan silaturahmi dengan keluarga dan masyarakat guna mempererat persaudaraan dan persatuan. Surat edaran terkait hal ini telah diterbitkan.
Sebagai salah satu organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, Muhammadiyah juga memiliki peran penting dalam menghadapi isu ini. Melalui Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, organisasi ini telah menetapkan awal Ramadan pada 1 Maret 2025. Penetapan ini berdasarkan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT). Selain memastikan keseragaman waktu ibadah, Muhammadiyah juga terus mendorong penguatan moderasi beragama sebagai upaya melawan radikalisme.
Duta Besar Rusia untuk RI, Sergei Gennadievich Tolchenov mengundang Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar untuk menghadiri Kazan Summit 2025. Undangan tersebut sebagai upaya mempererat kerja sama bilateral, khususnya dalam bidang keagamaan dan pendidikan agama.
Dubes Sergei mengungkapkan ketertarikan organisasi-organisasi Islam besar di Rusia untuk menjalin hubungan erat dengan Indonesia, seperti The Spiritual Assembly of the Russian Federation, The Muslim Assembly, dan The Mufti Council khususnya dalam rangka menguatkan sinergitas menghadapi radikalisme lingkup global. Banyak negara datang ke Indonesia untuk mempelajari metode deradikalisasi pemahaman Islam, karena radikalisasi menjadi masalah besar di banyak negara.
Radikalisme dan terorisme bukanlah isu yang muncul tiba-tiba. Biasanya, kelompok-kelompok ekstremis memanfaatkan celah dalam kehidupan sosial dan politik untuk menyebarkan ideologi mereka. Mereka sering menyasar kelompok muda yang dianggap lebih mudah dipengaruhi. Dalam hal ini, pendidikan berperan penting untuk membangun kesadaran kritis dan memperkuat nilai-nilai kebangsaan.
Penting juga untuk memahami bahwa radikalisme tidak hanya terkait dengan agama tertentu. Semua agama memiliki potensi untuk disalahgunakan oleh individu atau kelompok yang memiliki agenda tertentu. Oleh karena itu, pendekatan yang inklusif dan berbasis dialog antaragama harus terus ditingkatkan.
Momentum Ramadan dan Idulfitri sering kali diiringi dengan peningkatan aktivitas ekonomi, seperti pasar tradisional yang ramai dan arus mudik yang padat. Kondisi ini dapat menjadi target empuk bagi aksi terorisme. Oleh karena itu, pengamanan di tempat-tempat publik ditingkatkan untuk mencegah potensi serangan.
Selain pengamanan fisik, pemerintah meningkatkan pengawasan di dunia maya. Kelompok radikal sering menggunakan media sosial untuk merekrut anggota baru dan menyebarkan propaganda. Dengan teknologi yang semakin canggih, aparat keamanan harus mampu mendeteksi dan menangkal ancaman ini secara efektif.
Keterlibatan tokoh agama seperti Abdul Mu’ti dan Nasaruddin Umar juga sangat diperlukan dalam menghadapi radikalisme. Sebagai pemimpin keagamaan, mereka memiliki pengaruh besar dalam membentuk opini publik. Pesan-pesan damai yang disampaikan oleh tokoh agama dapat menjadi penangkal yang efektif terhadap penyebaran ideologi ekstrem.
Sementara itu, organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) harus terus menggiatkan program-program moderasi beragama. Dengan pendekatan yang berbasis pendidikan dan dialog, organisasi ini dapat menjadi garda terdepan dalam melawan radikalisme.
Media harus memberikan informasi yang akurat dan seimbang tentang isu radikalisme dan terorisme. Selain itu, media juga dapat menjadi alat edukasi untuk menyebarkan pesan-pesan toleransi dan harmoni sosial. Momentum keagamaan seperti Ramadan menjadi waktu untuk memperkuat persaudaraan dan mempererat persatuan bangsa. Dengan kerja sama yang erat antara pemerintah, tokoh agama, dan masyarakat, ancaman ini dapat diatasi.
Pada akhirnya, menghadapi radikalisme dan terorisme bukanlah tanggung jawab satu pihak saja. Semua elemen bangsa harus bersatu padu untuk menjaga keamanan dan kedamaian. Hanya dengan kerja sama yang solid, Indonesia dapat melewati tantangan ini dan merayakan momentum keagamaan dengan penuh makna.
)* Penulis adalah mahasiswa Malang tinggal di Jakarta
Travel Lampung Jakarta, Diantar sampai Rumah Ongkos Murah Layanan Prima
Travel Jakarta Lampung PP Dapat Free Snack dan 1 Kali Makan
Travel Lampung Depok via Tol Tiap Berangkat Pagi dan Malam
Harga Travel Bekasi Lampung Antar Jemput Murah sampai Rumah
Travel Palembang Lampung Lewat Tol Hemat Cepat sampai Alamat