Oleh : Diana Aprilianti
Lembaga Internasional IMF (International Monetary Found) dan Bank Dunia (World Bank) memprediksi krisis keuangan global pada 2020 akan jauh lebih berat daripada tahun 2008. Meski demikian negara Indonesia diyakini masih memiliki harapan untuk terhindar dari jurang resesi.
Resesi merupakan refleksi dari ekonomi yang mengkerut. Saat “kue” ekonomi mengalami penyusutan, artinya lapangan kerja berkurang. Lapangan kerja semakin sedikit dan hal ini tentu akan meningkatkan angka kemiskinan.
Presiden RI Joko Widodo kerap mengutarakan bahwa kondisi ekonomi dunia saat ini sedang tidak mudah. Hampir seluruh pertumbuhan ekonomi di seluruh negara, tidak ada yang mampu mencatatkan pertumbuhan yang positif.
Jokowi pernah menuturkan, bayangkan isinya hanya minus dalam posisi yang gede-gede pada proyeksi Kuartal III. Kita Indonesia di kuartal I masih plus, sebelumnya plus 5 persen, kuartal II kita akan jatuh minus 4,3, mungkin 5 persen.
Apa yang dikatakan oleh mantan Walikota Surakarta tersebut memang tidak secara gamblang menyebutkan bahwa Indonesia akan memasuki jurang resesi, seiring dengan pertumbuhan ekonomi negara tetangga yang sudah lebih dahulu masuk ke ‘lubang hitam’ tersebut.
Kepala Badan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan berdasarkan rilis terakhir dari Bank Dunia menyatakan lebih dari 90% perekonomian dunia pada tahun 2020 akan mengalami krisis, dalam artian lain pertumbuhan ekonominya akan negatif.
Dalam sebuah webinar, Febrio mengatakan meski Indonesia sangat tertekan dengan berbagai tantangan, namun kondisinya tampak lebih resiliance jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Saat ini kita masih punya peluang untuk tidak masuk resesi. Kalau-pun resesi, harapannya mungkin tidak terlalu dalam.
Febrio menuturkan bahwa saat ini pemerintah berharap perekonomian Indonesia tahun ini berada pada kisaran 0% dan mungkin sedikit di bawah 0%. Menurutnya, banyak negara, terutama negara maju dan tidak sedikit pula negara berkembang sejak kuartal I dan II 2020 diprediksi oleh Bank dunia akan mengalami tekanan.
Ia mengatakan, untuk negara maju resesinya dalam sekali, bahkan ada yang mencapai -12% dan -15%. Sedangkan Indonesia diprediksi berada di 0%. Febrio mengatakan bahwa Indonesia sedang berusaha agar tidak sampai negatif, jika itu berhasil maka itu merupakan prestasi bersama.
Untuk menghindarkan diri dari resesi pada 2020, merupakan langkah yang sangat penting jika Indonesia ingin bangkit pada 2021. Pasalnya, dengan demikian Indonesia mampu meningkatkan investasi di tahun 2021 dengan mendapatkan titel sebagai negara yang mampu pulih dengan cepat dari krisis.
Febrio berujar, pada tahun 2021 kita harus tumbuh diatas 4%, kalau bisa malah lebih dari itu. Dengan demikan maka hal tersebut akan memberikan keunggulan bagi Indonesia untuk meningkatkan investasi pada tahun 2021 relatif lebih cepat dibandingkan dengan negara lain.
Bahkan hal tersebut menyebabkan capital inflow, mirip dengan 2010, 2011, 2012 dimana banyak negara mengalami krisis yang mendalam dan beberapa negara relatif lebih baik pertumbuhannya sehingga modal masuk ke negara-negara tersebut termasuk Indonesia saat itu. Indonesia saat itu tumbuh sekitar 6%.
Meski demikian, Febrio mengakui pada kuartal II 2020, menurut assesment kemenkeu, Indonesia akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif. Saat ini estimasi dari Kemenkeu, Indonesia akan tumbuh negatif pada kuartal II 2020 berada di angka -4,3%. Untuk menangani dampak tersebut, stimulus dikatakan memang harus terus dilakukan.
Hal inilah yang tengah didorong supaya perekonomian Indonesia bisa tumbuh lebih solid lagi untuk kuartal III. Ini jadi titik penentuan sebenarnya bagi kita karena kuartal II sudah dipastikan akan negatif. Jika hal tersebut bisa kita lakukan, momentum tersebut bisa terus dilanjutkan sampai kuartal IV dan harapannya kita bisa tumbuh diatas 2-3%.
Namun, febrio juga mengatakan bahwa hal tersebut memang membutuhkan disiplin yang kuat dari kita semua, jangan sampai pada saat pemulihan ekonomi yang sudah mulai membaik terjadi second wave, itu yang benar-benar harus dihindari.
Optimisme akan ketangguhan perekonomian bangsa tentu harus dijaga, apalagi dengan penerapan new normal, diharapkan sektor perekonomian mikro akan terus bergerak dan menyerap tenaga kerja baru.
Penulis aktif dalam Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia (LSISI)