Oleh: Zainudin
Media, khususnya media arus utama, masih dianggap sebagai rujukan informasi utama masyarakat dalam mencari informasi saat Pandemi Covid-19. Sebagai wahana penting penyebar informasi, tidak berlebihan jika media berperan membangun semangat dan kedisiplinan masyarakat saat ini.
Dalam sejarah dunia terdapat beberapa virus yang juga cukup mematikan, seperti MERS, SARS, EBOLA, AIDS dan lain-lain. Tapi mengapa virus corona sangat terasa viralnya? Pertanyaan tersebut bisa dijawab karena saat ini kita hidup di era realitas diatas realitas. Industri 4.0 telah membuat media menjadi asupan utama bagi seluruh manusia di bumi.
Peran media saat ini tentu saja berperan vital dalam urusan penyebaran informasi. Dulu kita harus menunggu berita tayang di televisi, radio atau koran pagi. Tapi sekarang justru informasilah yang memburu siapapun yang memiliki akses internet baik dengan PC ataupun dengan Handphone.
Selama kurang lebih 4 bulan ini, masyarakat telah mendapatkan beragam rentetan cerita baru terutama yang berkaitan dengan jumlah pasien positif corona dan pasien yang dinyatakan sembuh.
Media juga mendapatkan tantangan baru agar tetap menyajikan berita yang aktual, terpercaya dan tidak berpotensi menimbulkan kegaduhan.
Kita semua tahu, awalnya wabah virus corona ini hanya berdampak pada bidang kesehatan dan sains saja.
Tetapi pada 1 bulan awal setelah status pandemi ditetapkan, covid-19 telah berdampak pada banyak hal seperti sektor pendidikan, pariwisata dan perekonomian.
Kecepatan akses informasi saat ini tentu menjadi suatu kemudahan sekaligus tantangan.
Saat virus corona dinyatakan sebagai pandemi di Indonesia. Pemerintah menghimbau untuk tetap dirumah dan bekerja dari rumah. Tagar #stayathome dan #workfromhome menjadi viral karena banyak media yang mengkampanyekan tagar tesebut. Media juga membantu pemerintah dalam menyebarkan anjuran untuk jaga jarak atau social distancing.
Meski demikian kemudahan dan kecepatan akses internet jangan sampai lepas kontrol terhadap sebuah pemberitaan. Tentu saja tidak semua hal terkait dengan virus corona harus diberitakan, media juga memiliki peran dalam menyortir berita mana yang perlu dan tidak perlu disampaikan kepada khalayak selama pandemi covid-19 belum dinyatakan berakhir.
Media memiliki peran vital untuk tidak kebablasan dalam memberitakan hal yang dinilai provokatif. Apalagai banyak sekali informasi bohong atau hoax yang sulit di debung.
Jangan sampai media ikut-ikutan menyebarkan berita seperti fitnah yang ditujukan kepada tenaga kesehatan terkait dengan anggapan Rumah Sakit menjadi ladang bisnis selama pandemi covid-19.
Padahal nyatanya, banyak rumah sakit yang terpaksa mengurangi gaji pegawainya dan tidak bisa membayar Tunjangan Hari Raya kepada seluruh karyawannya baik tenaga medis, maupun tenaga non medis.
Dibanding dengan virus sebelumnya seperti SARS dan MERS, Covid-19 seperti mendapatkan porsi lebih banyak untuk diberitakan. Media disini tentu sangat berperan dalam membentuk stigma masyarakat.
Media sudah semestinya memberikan stigma yang baik dalam pemberitaan pandemi ini, karena stigma yang baik pasti juga akan menimbulkan hal yang positif. Misalnya, jika media memberikan reaksi yang berlebihan, hal ini tidak hanya menimbulkan kewaspadaan, tetapi juga akan menimbulkan kepanikan.
Pengaruh media bisa kita ketahui dari teori komunikasi massa, yaitu Hypodermic Needle Theory atau teori jarum suntik, ada pula yang menyebutnya sebagai teori peluru. Teori tersebut menyatakan bahwa media massa sangatlah perkasa dengan efek yang langsung pada masyarakat.
Khalayak dalam hal ini merupakan konsumen berita dianggap sebagai sosok yang homogen dan mudah untuk dipengaruhi, sehingga pesan yang disampaikan akan sangat mudah diterima, atau khalayak dengan mudah akan menerima pesan yang disampaikan media.
Media saat ini dituntut mampu menyampaikan informasi yang mencerdaskan, membangun produktifitas dan kedisiplinan masyarakat dalam menghadapi pandemi virus corona. Hal tersebut yang nantinya dapat mempengaruhi keputusan publik dalam upaya peningkatan kesehatan.
Informasi yang ‘tidak sehat’ terkait covid-19 tentu saja akan berpengaruh terhadap kepanikan dalam masyarakat, sedangkan panik yang berlebihan ternyata dapat menurunkan kualitas kesehatan masyarakat.
Media baik online maupun konvensional sudah semestinya memanfaatkan keperkasaannya untuk menetralisir keadaan dengan tanpa menciptakan ketakutan atau menakut-nakuti para konsumen media.
Kedisiplinan masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan juga harus terus dibangun dan disampaikan kepada khalayak secara berimbang.
Dengan keperkasaannya, media memiliki memiliki kekuatan untuk membangun produktifitas dan kedisiplinan masyarakat dalam menghadapi pandemi covid-19.