Oleh : Made Raditya
Keberadaan KAMI membuat masyarakat kaget karena mereka berisi tokoh senior dan terkenal. Sayang kepopuleran mereka tidak digunakan untuk hal yang baik, namun bersatu untuk menuntut dan menghujat pemerintah. Masyarakat jadi kehilangan kepercayaan, karena di 8 tuntutan KAMI tidak berdasarkan fakta.
Pernahkah Anda mendengar tentang KAMI (koalisi aksi menyelamatkan Indonesia)? Kelompok yang diprakarsai oleh Din Syamsudin ini mengaku ingin menyelamatkan negri ini karena dianggap sedang dalam keadaan babak belur. Mereka mengadakan deklarasi tanggal 18 agustus di Tugu Pancasila dan mengaku akan membuat acara serupa di seluruh kota di Indonesia.
Sayangnya langkah KAMI dalam mempopulerkan kelompoknya bagaikan menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri. Mereka ingin mendapat tempat di hati masyarakat, tapi malah dihujat. Karena mengadakan acara deklarasi di tengah pandemi covid-19 dan tidak etis karena kita sedang masa prihatin. Terlebih dalam acara itu banyak pelanggaran protokol kesehatan.
Masyarakat juga tidak bersimpati pada KAMI karena mereka hanya bisa menjelekkan pemerintah dan meminta 8 tuntutan agar segera dikabulkan. Bahkan tuntutan itu sampai dibacakan 2 kali saat deklarasi. Hal itu menunjukkan tingkah mereka yang cari perhatian semata. Jika ingin selamatkan Indonesia, jangan malah saling menyalahkan dan memecah belah rakyat.
Kepercayaan masyarakat pada KAMI nihil karena mereka menjelaskan tentang kejelekan pemerintah tapi tidak berdasarkan realita. Misalnya tuduhan bahwa pemerintah tidak mengurus rakyat yang terkena dampak corona. Kenyatannya, semua pihak mulai dari orang miskin, pegawai swasta, sampai pengangguran, mendapat bantuan berupa sembako atau uang tunai.
Selain itu, KAMI terus menghasut rakyat agar ikut membenci pemerintah yang dibilang tidak adil. Padahal presiden sudah berusaha mengamalkan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Caranya dengan mengadakan program pemulihan ekonomi nasional, sokongan terhadap penelitian kombinasi obat corona dan juga vaksinnya, dan membuat RUU yang pro rakyat.
Ketika KAMI mulai berekspansi ke luar Jakarta, banyak pihak yang menolaknya. Seperti yang terjadi di Kota Madiun. Ada aksi damai dari gabungan LSM di kota brem yang menentang koalisi aksi menyelamatkan Indonesia. Mereka bersatu di Monumen Gembok Kejujuran dan menolak masuknya KAMI ke Jawa Timur, khususnya ke wilayah Madiun dan sekitarnya.
Budi Santoso, koordinator aksi damai menyatakan bahwa mereka tidak bersimpati dan menolak KAMI karena ingin memoertahankan kesatuan dan pesatuan bangsa Indonesia. Jika KAMI terus menggurita, maka dikhawatirkan akan menyebabkan perpecahan di negeri ini. terlebih, 8 tuntutan KAMI sangat tidak realistis dan mereka memaksa presiden mengundurkan diri.
Selain di Madiun, terjadi juga aksi penolakan terhadap KAMI di Bandung. Sejumlah orang mengadakan demo di depan Gedung Sate untuk menyatakan pendapat mereka tentang koalisi aksi menyelamatkan Indonesia. Intinya, KAMI dilarang masuk ke wilayah parahyangan. Karena sudah tercium aroma politis dari kelompok ini.
Banyaknya penolakan KAMI menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat yang rendah terhadap KAMI. Para tokoh KAMI lupa bahwa masyarakat sekarang sudah cerdas dan melek politik. Jadi tahu mana yang baik dan mana yang hoax dan tidak mudah dibohongi serta diprovokasi.
Rakyat juga paham mengapa KAMI begitu berapi-api menyerang pemerintah. Karena merasa presiden Joko Widodo tidak sesuai dengan kemauan mereka. Ketika para tokoh KAMI tidak bertaji karena tak lagi punya jabatan di pemerintahan, maka yang bisa dilakukan hanya menghujat dan memecah persatuan rakyat.
Ketika kepercayaan masyarakat pada KAMI sangat rendah, maka hentikan saja. Tak usah ada deklarasi jilid 2 atau hujatan yang beterbangan dari mulut para anggotanya. Daripada sibuk menuntut pemerintah, lebih baik ikut serta untuk mengatasi efek pandemi covid-19. Misalnya jadi relawan untuk melakukan tracing pasien corona atau melakukan donasi masker.
Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini