Bank Amerika Bangkrut, Pakar Ajak Publik Dukung Kemenkeu Hadapi Krisis
Oleh : Dyah Prameswari
Fenomena runtuhnya bank-bank di Amerika Serikat seakan menjadi alarm nyata tentang potensi krisis ekonomi global. Kendati demikian, banyak pihak mendukung penuh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam menghadapi krisis yang dianggap mampu membawa Indonesia dalam posisi aman.
Beberapa hari terakhir, sejumlah bank di Amerika Serikat mengalami kebangkrutan. Kedua bank regional di Amerika Serikat yaitu Silicon Valley Bank dan Signature Bank. Banyak pihak pun khawatir bahwa tutupnya kedua bank ini akan berimbas pada pasar keuangan global, termasuk Indonesia.
Mengacu dari Investopedia,saat sebuah bank gagal atau tutup, bank tersebut kemungkinan akan mencoba untuk meminjam uang dari bank lain untuk membayar para deposannya. Apabila bank tersebut tidak dapat membayar deposannya, kemungkinan para deposan akan segera menarik uang mereka dari bank tersebut.
Kebangkrutan sebuah bank memperburuk situasi sebab bank yang gagal akan menyusutkan aset likuidnya lantaran deposan menarik uang tunai. Sebagai informasi, dilansir dari OCBC NISP, aset likuid adalah kekayaan atau harta milik perusahaan maupun perorangan yang mudah dicairkan menjadi uang tunai dalam kurun waktu singkat.
Kendati demikian, Pemerintah terus melakukan pemantauan untuk menilai dampak krisis sejumlah bank di Amerika Serikat (AS) bagi perekonomian Indonesia. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah melakukan sejumlah langkah antisipatif untuk menghadapi dampak dari krisis bank di AS.
Krisis yang dialami beberapa bank di AS secara tidak langsung menimbulkan sejumlah efek domino bagi perekonomian global bahkan termasuk Indonesia. Pemerintah pun tidak tinggal diam dan sesuai dengan arahan Presiden Jokowi untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap kondisi perbankan di AS yang berada dalam fase negatif.
Di tengah beragam ancaman dan pandemi, peperangan, dan faktor lainnya, dunia mengakui keberhasilan Indonesia dalam menjaga kondisi perekonomian tetap stabil. Inflasi Indonesia hanya 4 sampai 5 persen, sementara Amerika Serikat mencetak inflasi mencapai 9 persen.
Hal tersebut dikatakan secara langsung oleh Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Miranda Gultom. Menurutnya secara umum Indonesia kuat untuk bertahan. Sepanjang sejarah perekonomian beberapa dekade terakhir, belum pernah dalam sejarah inflasi Indonesia lebih rendah dari pada inflasi Amerika Serikat.
Sementara itu Menteri Keuangan, Sri Mulyani, telah menyatakan bahwa kondisi Indonesia cukup aman. Pengalaman financial crisis yang telah dialami Indonesia membuat sektor keuangan negara jauh lebih pruden dibandingkan sebelumnya. Hal tersebut juga diaminkan oleh Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Indonesia, Dr. Teguh Dartanto, Ph.D.
Menurut Dr Teguh sektor keuangan di Indonesia jauh lebih pruden dibandingkan sebelumnya karena kita punya pengalaman krisis. Di mana Asian financial crisis tahun 1998 merubah arsitektur perbankan Indonesia, sehingga jauh lebih pruden dalam mengelola risiko. Selain itu, pengalaman financial crisis di tahun 2008, di mana ada kolaps bank di Amerika yang berdampak pada Indonesia dan negara-negara lain.
Hampir seluruh dunia mengakui kalau Indonesia mengakui kebijakan keuangan dan kebijakan fiscal yang baik. Indonesia termasuk dari sedikit negara yang dalam masa pandemi dari 2020 hingga 2022, tidak terlalu jauh turun pertumbuhan ekonominya dari yang diharapkan. Dia menambahkan bahwa Indonesia menjadi one of the best ekonomi yang cukup baik dalam performance-nya selama pandem.
Teguh mengatakan, ada dua faktor yang berpengaruh atas keberhasilan Indonesia mengatasi krisis ekonomi, yaitu good policy dan good luck. Indonesia bisa mengontrol dengan baik isu terkait keuangan dan kebijakan di sektor riil cukup terkontrol.
Dia melanjutkan bahwa menariknya, ini adalah koordinasi dari sektor fiskal, sektor moneter, dan sektor keuangan. Artinya ada koordinasi yang bagus antara Kemenkeu, Bank Indonesia, OJK, dan LPS. Pengalaman saat pandemi lalu bisa menjadi pembelajaran, sehingga Indonesia sudah cukup siap menghadapi kondisi global yang kemungkinan akan ada efek dominonya.
Ketua Badan Supervisi Bank Indonesia, Muhammad Edhie Purnawan, Ph.D, mengatakan sebagai berikut, jika melihat berbagai macam indikator, seperti Indeks Manajer Pembelian (PMI) Komposit dari beberapa negara, masih di atas 50, jadi masih relatif bagus. Juga ada poultry dry index yang menunjukkan perbaikan.
Jika melihat perkiraan beberapa bulan yang lalu, bahwa perekonomian dunia akan gelap di tahun 2023 sepertinya mudah–mudahan lebih bagus. Meskipun kita tahu ada beberapa gejolak pada perbankan di Amerika beberapa hari terakhir ini.
Kebangkrutan bank-bank di Amerika Serikat hendaknya tidak perlu disikapi secara berlebihan meskipun kita perlu senantiasa mawas diri. Tak lupa, masyarakat perlu memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada jajaran Kemenkeu yang telah berupaya maksimal dalam mengantisipasi berbagai krisis ekonomi akibat ketidakpastian global. Dengan adanya dukungan masyarakat diharapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat tetap tinggi dan melampaui negara-negara lainnya.
)* Penulis adalah mahasiswa ekonomi, tinggal di Pekanbaru