Akademisi dan Pakar Keuangan: Semua Pihak Agar Dukung Menkeu RI Dalam Menghadapi Krisis Global
Sektor keuangan di Indonesia jauh lebih aman dibandingkan sebelumnya karena kita punya pengalaman krisis. Dimana Asian financial crisis tahun 1998 merubah arsitektur perbankan Indonesia, sehingga jauh lebih pruden dalam mengelola resiko.
Hal tersebut, disampaikan oleh Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Dr. Teguh Dartanto, Ph.D dalam sebuah acara dialog bertema “Dukung Menkeu, Bahaya US Banking Crisis Intai RI” di salah satu stasiun TV swasta, Sabtu (18/3) malam.
Ditambahkannya, pengalaman krisis keuangan _(financial crisis)_ tahun 2008, sejumlah bank di Amerika kolaps yang berdampak pada Indonesia dan negara-negara lain. Indonesia punya pengalaman di masa pandemi. Indonesia menjadi _one of the best_ ekonomi yang cukup baik dalam performencenya selama pandemi.
“Pengalaman krisis keuangan di tahun 2008, dimana ada kolaps bank di Amerika dan berdampak pada Indonesia dan negara-negara lain. Indonesia juga punya pengalaman di masa pandemi dan menjadi _one of the best_ ekonomi yang cukup baik selama pandemi,” kata Teguh Dartatnto.
Teguh juga menambahkan, Indonesia bisa mengontrol dengan baik isu terkait keuangan dan kebijakan di sektor riil, yaitu sektor fiskal, moneter, dan keuangan. Artinya ada koordinasi yang bagus antara Kemenkeu, Bank Indonesia, OJK, dan LPS. Pengalaman saat pandemi lalu bisa menjadi pembelajaran, sehingga Indonesia sudah cukup siap menghadapi kondisi global yang kemungkinan akan ada efek dominonya.
“Indonesia bisa mengontrol dengan baik isu terkait keuangan dan kebijakan di sektor fiskal, sektor moneter, dan sektor keuangan. Ada koordinasi antara Kemenkeu, Bank Indonesia, OJK, dan LPS. Efek domino itu pasti ada, namun tidak sebesar yang kita khawatirkan. Dengan koordinasi yang cukup intens dari empat otoritas, juga pengalaman krisis dan pandemi, kita bisa memitigasi kekhawatiran tadi,” jelasnya.
Di tempat yang sama, Ketua Badan Supervisi Bank Indonesia, Muhammad Edhie Purnawan, Ph.D mengatakan, indikator Indeks Manajer Pembelian (PMI) komposit dari beberapa negara, masih di atas 50 dan masih relatif bagus. Ada juga yang menunjukkan perbaikan, meskipun ada beberapa gejolak pada perbankan di Amerika beberapa hari terakhir ini.
“Melihat berbagai macam indikator seperti Indeks Manajer Pembelian (PMI) Komposit dari beberapa negara, masih di atas 50, jadi masih relatif bagus. Jika melihat perkiraan beberapa bulan yang lalu, bahwa perekonomian dunia diprediksi akan gelap di tahun 2023 sepertinya akan lebih bagus. Meskipun kita tahu ada beberapa gejolak pada perbankan di Amerika beberapa hari terakhir ini,” ujar Muhammad Edhie.
Dijelaskannya bahwa bank-bank di Indonesia relatif aman karena keterkaitan antara kebangkrutan tiga bank di Amerika dengan Indonesia tidak tinggi. Hal yang perlu diperhatikan adalah perusahaan-perusahaan yang dibiayai, terutama _start-up_ yang terhubung dengan bank-bank besar di Eropa atau Amerika.
“Bank-bank di Indonesia tidak perlu khawatir, bank di Indonesia relatif aman karena keterkaitan dengan tiga bank Amerika yang bangkrut itu tidak tinggi. Tapi yang perlu diperhatikan adalah perusahaan-perusahaan yang dibiayai, terutama _start-up_ yang terhubung dengan bank-bank besar di Eropa atau Amerika,” pungkas.
Semua pihak harus percaya sepenuhnya dengan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani, bahwa tidak akan terjadi dampak yang relatif besar pada sektor keuangan di Indonesia terkait dengan runtuhnya beberapa bank besar di Amerika Serikat. Kolapsnya bank-bank tersebut tidak terlalu berdampak signifikan terhadap pasar keuangan di tanah air. Hanya saja memang, hal tersebut perlu dijadikan perhatian khusus bagi otoritas terkait. [*]