Maraknya rokok di Indonesia sudah tidak di ragukan lagi. Bahkan, jumlah penduduk Indonesia adalah perokok terbesar di dunia ke-7, yang mana presentasenya mencapai 39,9%. Bahkan, prevalensi perokok sudah banyak dari usia muda sehingga menyebabkan kecanduan dalam waktu lama.
Berdasarkan Laporan Nasional Riskesdas 2018, umur pertama kali merokok tiap hari di Indonesia dengan proporsi tertinggi adalah pada usia 15-19 tahun yaitu 48,2% dimana 67,5% nya adalah pelajar. Bila dilihat menurut provinsi, Provinsi Lampung menempati urutan tertinggi ke-5 proporsi umur pertama kali merokok tiap hari usia 15-19 tahun dengan proporsi 52%. Hal ini sangat disayangkan, karena rokok jelas sangat membahayakan kesehatan.
Adanya paparan zat berbahaya seperti rokok dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan berbagai macam PTM (Penyakit Tidak Menular) seperti Diabetes, Jantung Koroner, Kanker, Hipertensi. Bahkan ini sudah dapat dirasakan bersama, dimana PTM sudah tidak hanya dialami oleh kalangan tua saja, melainkan golongan muda yang memiliki penyakit tersebut. Selain itu, bengkaknya pembiayaan kesehatan pemerintah dalam menangani PTM juga sudah bukan rahasia umum lagi. Untuk itu, perlu adanya tindakan yang serius dalam menekan PTM di Indonesia.
Bagaimana tidak, banyaknya masyarakat yang mengidap PTM dapat menurunkan tingkat SDM suatu negara. PTM bukan hanya ditangani dengan cara pengobatan, tetapi perlu ditangani dalam tahap pencegahan.
Pemerintah memang sudah menerbitkan Peraturan Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Pasal 8 huruf C menyebutkan bahwa perlindungan ditujukan bagi anak, remaja, dan ibu hamil agar tidak memberikan kemudahan untuk memperoleh produk tembakau. Pemerintah juga sudah menetapkan pajak yang besar untuk perusahaan rokok. Tetapi, kebijakan ini tidak cukup untuk menekan masyarakat khususnya remaja untuk tidak merokok di usia muda dan tidak merokok dalam waktu yang lama. Meskipun pajak rokok sudah besar, namun tidak membuat produksi dan distribusi rokok berkurang, kerugian kesehatan lebih besar dibandingkan pajak yang didapatkan.
Selain itu, kemudahan untuk mendapatkan rokok masih sangat dirasakan. Besarnya penduduk Indonesia, kurang tegasnya regulasi, menjadi incaran para perusahaan rokok mengalihkan pasar. Anak-anak dan generasi muda menjadi sasaran target potensial dalam kelangganan bisnis, mereka diubah menjadi perokok pemula untuk menggantikan perokok lama yang berhenti merokok ataupun meninggal akibat penyakit yang disebabkan rokok. Untuk itu, anak-anak dan generasi muda khususnya remaja perlu adilindungi dengandanya dukungan-dukungan lain dalam menganai masalah serius ini.
Meskipun pajak rokok sudah besar, namun tidak membuat distribusi rokok berkurang. Kemudahan akses rokok masih dapat dirasakan.
Perlindungan khusus bagi remaja agar tidak ada kemudahan untuk memperoleh produk tembakau perlu diadakan dengan regulasi yang setegas-tegasnya. Beberapa pihak perlu dilibatkan seperti pedagang, supermarket, bahkan orangtua dan guru di lembaga pendidikan sangat penting sebagai mitra untuk mewujudkan pelajar yang bebas rokok dan meningkatnya kesehatan masyarakat. Jiwa-jiwa yang sehat sangat perlu di bentuk sejak dini, mari kita lindungi generasi muda, untuk sehat dan bebas rokok guna menciptakan SDM unggul Negara tanpa PTM. Kalau bukan kita,siapa lagi?
Penulis : Laily dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta