Bandarlampung, www.lampungmediaonline.com – Advokat muda progresif Resmen Kadafi, selaku juru bicara tim kuasa hukum pengusaha asal Surabaya, Jawa Timur, Donny, pembeli lahan Pantai Queen Artha, Sukajaya, Lempasing, Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, angkat bicara mengklarifikasi pemberitaan yang berkembang soal kasus kliennya.
Kandidat doktor hukum Universitas Jayabaya Jakarta ini mengungkapkan, selaku kuasa hukum, pihaknya telah melaporkan kasus fitnah dan hoaks, serta kasus pemalsuan surat terkait dinamika hukum peristiwa itu, ke Polda Lampung, 15 September 2020 lalu.
Melalui siaran pers yang turut diterima wartawan di Bandarlampung, Minggu (18/10/2020), dia merunutkan, kasus bermula dari proses jual beli lahan pantai legendaris yang konon dulunya bernama Pantai Sekarwarna itu.
Dimana bergulir saat Donny sang klien, membeli lahan pesisir pantai Teluk Lampung seluas 8,8 hektar itu dari Puntjak Indra dan Budi Winarto.
Siapa sangka, pada saat pengurusan proses balik nama dokumen Sertipikat Hak Milik (SHM) di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Pesawaran, hal mengejutkan terjadi.
Apa itu? “Muncul surat pemblokiran terhadap jual beli Pantai Queen Artha. Dengan melampirkan fotokopi Surat Penetapan Sita Eksekusi Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 9/Eks/2009/PN TK tertanggal 26 Mei 2009,” ungkapnya.
Lantas? “Belakangan, tim hukum kami menemukan banyak kejanggalan pada proses blokir di BPN Pesawaran. Bagaimana mungkin proses balik nama terhambat lebih dari delapan bulan di BPN Pesawaran hanya gara-gara fotokopi surat penetapan sita eksekusi yang diduga palsu,” tanya dia.
Resmen dan tim hukum kliennya yang lain, tak hendak larut dirundung tanya. Usai penyelidikan mandiri, timnya lalu sepakat melaporkan kasus pemalsuan surat ke Polda Lampung. Dasarnya?
“Karena sesuai hasil penyelidikan tim hukum, surat itu tidak sesuai dengan Surat Keterangan Ketua Pengadilan Negeri Tanjungkarang,” beber dia.
Bayangkan, tandas Resmen, kalau proses jual beli tanah dengan semudah itu diblokir hanya dengan memakai bukti fotokopi. “Kami masih mencoba mencari kejelasan landasan hukum dan motifnya,” cetusnya pula.
Menggarisbawahi kliennya sebagai pihak pembeli bersungguh-sungguh memiliki iktikad baik melakukan proses jual beli sesuai aturan, sebelum transaksi jual beli lahan berlangsung pihak notaris kliennya bahkan sampai dua kali mengecek langsung ke kantor BPN Pesawaran ihwal status dan kepemilikan lahan Pantai Queen Artha.
Hasilnya? “Clean and clear,” tegasnya.
Membantah sekaligus meluruskan pemberitaan miring yang kadung luas, pria jebolan Fakultas Hukum UBL ini seperti hendak mengatakan bahwa kliennya mana mau berbuat ceroboh.
“Klien kami berani beli lahan itu senilai Rp12,5 miliar karena dari berkas yang ada, status dan kepemilikannya jelas. Milik Puntjak Indra dan Budi Winarto,” tegas Resmen, menambahkan bahwa selain itu Pantai Queen Artha juga tak masuk dalam daftar sita jaminan aset terpidana korupsi Sugiarto Wiharjo (Alay) dalam pusaran skandal mega korupsi di Lampung, Tripancagate.
Kronologi kasus itu kemudian, yang mengantarkan prosesnya diliputi dua laporan polisi (LP) yang dilayangkan Resmen Kadafi cs untuk dan atas nama kliennya tersebut ke pihak aparat penegak hukum.
“Kedua laporan sudah ditangani oleh pihak penyidik Polda Lampung dan sedang dalam proses penyelidikan,” kata Resmen, merincikan.
Pertama, Nomor LP 1409 /IX/2020/LPG/SPKT terkait pemalsuan surat atau menggunakan surat palsu di BPN Kabupaten Pesawaran.
Kedua, Laporan Polisi Nomor LP 1410/IX/2020/LPG/SPKT untuk meluruskan hoaks dan fitnah terkait jual beli Pantai Queen Artha dengan SHM Nomor 13 dan SHM Nomor 14.
Resmen turut menyayangkan beredar luasnya pemberitaan yang disebutnya lebih merupakan tuduhan, fitnah, dan pencemaran nama baik, serta berita bohong (hoaks) yang tersiar melalui media daring soal pembelian lahan itu.
Mengutip keterangan Donny, Resmen menyebut kliennya berharap dengan pelaporan hukum ini didapatkan titik terang mana yang data dan fakta, dan mana yang kabar bohong.
“Kami harap pelaporan ke Polda Lampung jadi jelas mana benar dan mana hoaks. Kami telah serahkan bukti-bukti yang saat ini telah naik ke tahap penyidikan/projustisia mencari motif tersangka, juga siapa saja yang terlibat persekongkolan ini,” lugas dia, mengutip penjelasan kliennya.
Sebagaimana diwartakan, sebelumnya advokat Amrullah, SH dari kantor Law Firm SAC & Partners, mengajukan sita eksekusi objek sita jaminan perkara tanah pantai seluas hampir 9 hektar senilai Rp12 miliar lebih di Lempasing, Kabupaten Pesawaran.
Kaitan Amrullah di kasus ini? Amrullah pemegang kuasa hukum substitusi dari Samsul Arifin SH, terdakwa kasus ITE kurun 2013 silam, yang sempat kabur dan masuk DPO Polda Lampung usai dilaporkan salah satu pengusaha.
Dari bukti yang diajukan oleh Amrullah inilah, yang melandasi BPN Pesawaran kemudian menetapkan lahan Pantai Queen Artha dalam status blokir.
Penjelasan Amrullah, dikutip diakses dari laman RMOL Lampung, Jum’at (16/10/2020), bahwa dari informasi yang dia peroleh, pengusaha Donny asal Surabaya, pemilik Jatim Park, membeli lahan itu dari Puntjak Indra dan Budi Winarto. Adapun, uang transaksi atas objek sita itu sebesar Rp10 miliar diserahkan kepada pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung.
Keterangan Amrullah terkait Jatim Park, dibantah oleh Resmen Kadafi. Kata Resmen, kliennya tidak terkait dengan nama destinasi wisata tenar yang dari hasil penelusuran diketahui adalah Jawa Timur Park, yang terletak di Kota Batu, Malang, Jawa Timur.
Menyitat Marketeers edisi 5 Desember 2019, diketahui jika pendiri sekaligus pemilik destinasi edu-ekowisata yang beroperasi sejak tahun 2001 tersebut adalah Paul Sastro Sendjojo.
Sejak didirikan hingga kini, obyek ini telah berkembang menjadi tiga grup. Ada Jawa Timur Park 1, 2, dan 3.
Dikonfirmasi ulang sebelum warta ini naik siar, apakah benar SHM 13 dan 14 dimaksud, tidak termasuk daftar sita jaminan aset Sugiarto Wiharjo dalam skandal Tripancagate, Resmen Kadafi bersikukuh menegaskan iya.
Redaksi menukil putusan Mahkamah Agung perkara tindak pidana korupsi register Nomor 510.K/PIDSUS/2014 tanggal 21 Mei 2014.
“Gak paham, tapi kalau penetapan 09 tahun 2009 yang digunakan Amrullah itu dirinci sekitar 100 objek. Dan itu tidak ada SHM 13 dan 14 atau Queen Artha,” sahutnya, Sabtu (17/10/2020) petang.
Bagi siapapun warga yang minimal pernah mengunjungi obyek wisata bahari Pantai Queen Artha, tentu kenal baik deburan ombak tenang mengayun tenang bibir pantai eksotisnya.
Ketenangan ombak lautan ini yang ikut membikin obyek ini relatif aman untuk sekadar berenang, mendayung perahu atau berswafoto ria barang radius beberapa meter dari bibir pantainya.
Namun tidak dengan kasus hukum yang kini ikut membelitnya. Penasaran seperti apa kelanjutan kasus ini, publik hukum Lampung agaknya harus sedikit sabar menanti. [red/rls/Muzzamil]
Travel Lampung Jakarta, Diantar sampai Rumah Ongkos Murah Layanan Prima
Travel Jakarta Lampung PP Dapat Free Snack dan 1 Kali Makan
Travel Lampung Depok via Tol Tiap Berangkat Pagi dan Malam
Harga Travel Bekasi Lampung Antar Jemput Murah sampai Rumah
Travel Palembang Lampung Lewat Tol Hemat Cepat sampai Alamat
