Oleh : Rika Prasetya
Pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak pada sektor kesehatan, namun juga mendorong ekonomi Indonesia ke tubir resesi. Publik pun meyakini bahwa RUU Cipta Kerja yang saat ini sedang dibahas menjadi salah satu solusi untuk menyelamatkan perekonomian nasional untuk dapat segera keluar dari ancaman tersebut.
Dalam situasi pemulihan ekonomi di tengah pandemi. RUU Cipta Kerja merupakan sesuatu yang krusial dan urgent. Hal tersebut dikatakan oleh Andreas Lako selaku Ekonom Unika Soedijapranata Semarang.
RUU Cipta kerja dinilai mendesak untuk melindungi para pekerja dari radikalisme ekonomi dan melindungi sektor usaha dari radikalisme sosial.
Adreas mengatakan secara keseluruhan dari kacamata akademisi bukan dari pekerja atau aktivis pekerja, dalam konteks memberikan peningkatan perlindungan dan peningkatan kesejahteraan kepada karyawan tersebut RUU Cipta Kerja merupakan terobosan yang bagus.
Dirinya menjelaskan, ketika dunia usaha kembali aktif dengan ketentuan normal baru, dunia usaha tentu akan mulai memanggil kembali para pekerja yang dirumahkan untuk bekerja, dan mungkin juga akan merekrut pekerja baru.
Dalam situasi seperti itu dimana kaum pekerja dalam kondisi ‘lemah’, maka hal ini berpotensi munculnya radikalisme ekonomi, dimana pelaku usaha bisa melakukan pemaksaan-pemaksaan.
Andreas mencontohkan seperti ini, seorang pemilik usaha bisa saja mengatakan, “Kamu para buruh butuh hidup dan pekerjaan to, ini saya kasih pekerjaan dengan gaji rendah dan tanpa jaminan kesehatan.
Oleh karena itu, apabila RUU Cipta kerja disahkan, tentu saja para pekerja dapat memiliki pegangan dan lebih aman dalam bekerja. Memang tidak ada UU yang bisa menyenangkan semua orang, tetapi RUU ini dapat memberikan semacam perlindungan kepada kaum buruh / pekerja dari tindakan radikalisme ekonomi dari pelaku usaha.
Sementara itu, mengenai pekerja juga perlu ada aturan yang jelas, sehingga masing-masing pihak tidak melakukan relasi berdasarkan relasinya, tetapi berdasarnya regulasi yang telah berlaku.
Perlu kita ketahui bahwa RUU Cipta Kerja juga dapat menjadi landasan pengaman pekerja dari ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan merevisi upah minimum pekerja. Dalam RUU Cipta Kerja terdapat ketentuan yang meminta perusahaan untuk bisa memberikan standar atau jaring pengaman perihal besaran upah minimum bagi karyawan baru melalui Upah Minimum Provinsi (UMP).
Direktur Institute for Digital Democracy (IDD) Bambang Arianto menilai, hingga saat ini masih banyak isu beredar mengenai hilangnya upah minimum bagi para pekerja dalam RUU Cipta Kerja.
Bambang menjelaskan, penyamarataan upah minimum dalam RUU Cipta Kerja hanya diperuntukkan bagi karyawan baru yang masa kerjanya 1-12 bulan pertama. Bukan untuk semua karyawan, apalagi karyawan lama.
Permasalahannya, ada pada bagaimana agar tidak terjadi pemecatan secara semena-mena oleh perusahaan terhadap karyawan baru berdasarkan evaluasi sepihak dari perusahaan? Permasalahan tersebut tentu dapat diantisipasi dengan adanya aturan sebagai jaring pengaman bagi para buruh.
Oleh karena itu, peran RUU Cipta Kerja bisa menjadi semacam jaring pengaman bagi para pekerja baru agar mereka mendapatkan jaminan gaji atau upah minimum yang sepantasnya selama 12 bulan pertama.
Bagi para pekerja baru, meskipun kinerjanya jelek, perusahaan tentu tidak boleh semena-mena menurunkan gajinya, apalagi seenaknya memberhentikan para pekerja. Artinya, karyawan baru tersebut harus tetap diberikan gaji yang setimpal dengan upah minimum yang telah ditetapkan.
Bambang mengatakan bahwa dalam RUU Cipta kerja terdapat ketentuan yang meminta perusahaan untuk bisa memberikan standar atau jaring pengaman perihal besaran upah minimum bagi karyawan baru melalui upah minimum provinsi.
Sehingga tidak benar jika ada yang mengatakan bahwa upah minimum regional akan dihapus. Artinya bagi yang menilai adanya penghapusan upah minimum regional, itu hanya orang-orang yang tidak memahami isi draf RUU Cipta Kerja.
Perusahaan yang melanggar dan tidak mau memberikan upah minimum regional. Menurut Bambang, bisa dipidanakan. Karena RUU Cipta Kerja telah hadir sebagai tameng atas kemungkinan Radikalisme ekonomi. Sehingga para pekerja untuk mendapatkan hak yang sama di mata perusahaan.
Secara logis, RUU Cipta Kerja hadir untuk mengawal para pekerja terutama pekerja yang baru bekerja selama kurang lebih 12 bulan untuk mendapatkan upah minimum / gaji yang layak sesuai perkapita daerah masing-masing.
Memang tidak semua kebijakan bisa menyenangkan semua pihak, namun kebijakan ini disusun tentu demi kepentingan bersama baik pekerja, pemberi kerja dan investor yang hendak menanamkam modal di Indonesia.
Penulis adalah kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI)