Oleh : Deka Muwahid
KAMI yang merupakan kumpulan dari para tokoh nasional beralasan ingin menyelamatkan Indonesia karena kondisi negara sedang krisis.
Pernyataan mereka malah ditertawakan masyarakat, karena tidak sesuai dengan fakta. Buktinya, rakyat tetap bisa bertahan di tengah pandemi dan mereka bisa survive karena bantuan dari pemerintah.
Koalisi aksi menyelamatkan Indonesia (KAMI) mengadakan deklarasi resmi 18 agustus lalu. Dalam acara itu, mereka memberi 8 tuntutan kepada pemerintah dan menganggap semua program yang ada sekarang salah besar.
Negara diumpamakan sebagai kapal yang nyaris tenggelam, jadi harus diselamatkan. Caranya dengan memperkuat oposisi dan mengkritik pemerintah.
Sayangnya rakyat tidak semudah itu dibodohi dengan pernyataan mereka. Karena walau kita masih dalam suasana pandemi covid-19, tapi tidak sampai terjebak dalam jurang resesi.
Perlahan kondisi finansial negara mulai membaik. Masyarakat juga diberi bantuan, mulai dari bansos, Program Keluarga Harapan, sampai biaya pengobatan corona yang gratis (ditanggung BPJS).
Banyaknya bantuan ini menunjukkan perhatian pemerintah. Jika KAMI bilang bahwa pemerintah mengabaikan kesehatan masyarakat, mereka salah besar. Justru saat ini pemerintah juga menyokong penelitian kombinasi obat covid-19. Juga mendukung penemuan vaksin corona agar segera bisa diluncurkan, jadi semua WNI bisa bebas dari virus covid-19.
Salah satu tuntutan KAMI adalah digantinya sistem pemilihan presiden, dari pemilu langsung ke pemilihan oleh para anggota MPR. Masyarakat menganggapnya sangat lucu karena malah mengembalikan keadaan politik seperti di orde baru. Justru yang paling tepat untuk menegakkan demokrasi adalah dengan pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat.
Oleh karena itu, pernyataan yang terlontar saat deklarasi KAMI dianggap tidak mewakili isi hati masyarakat. Karena mereka tidak melihat berdasarkan kebenaran di lapangan. Dari mana mereka tahu kalau rakyat tidak diperhatikan pemerintah? Apakah sudah ada survey resmi dari lembaga yang valid? Jadi jangan hanya menjelekkan tanpa ada bukti yang jelas.
Para anggota KAMI hanya bisa mengkritik pemerintah dan bersikap nyinyir, tanpa ada solusi pasti. Mereka lupa kalau masyarakat butuh tindakan nyata, bukan bualan dan celaan belaka. Jadi rakyat makin tidak bersimpati pada mereka, karena hanya cari perhatian dan mengeluarkan omong kosong. Jika ingin selamatkan Indonesia, berilah bantuan pada rakyat.
Pedasnya omongan dari para tokoh yang tergabung dalam KAMI juga sangat disayangkan. Sebagai tokoh senior, seharusnya mereka memberi teladan untuk berbicara yang baik. Dengan alasan menegakkan demokrasi, mereka jadi mengkritik segala sesuatu yang dilakukan pemerintah. Padahal masukan bisa diberi dengan sikap yang santun dan tenang.
Deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia yang diadakan di tengah pandemi covid-19 juga disayangkan oleh masyarakat. Karena mereka dianggap kurang berempati dan malah mengadakan acara yang mengundang keramaian.
Hal ini melanggar protokol kesehatan. Malah ada anggota KAMI yang sengaja melepas masker dan berbahaya karena bisa menularkan corona.
Hal ini sangat memalukan karena sebagai tokoh nasional, mereka malah memberi contoh yang kurang baik.
Masyarakat juga merasa geram karena namanya dicatut sebagai pihak yang tersakti oleh pemerintah. Padahal mereka merasa baik-baik saja. Namun KAMI malah terus-terusan berkata yang sebaliknya.
Khanif, ketua wilayah Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia, menyatakan bahwa deklarasi tersebut kurang bijaksana.
Seharusnya para tokoh membantu pemerintah dan rakyat untuk ikut berjuang menangani corona. Masyarakat sudah lelah dengan janji palsu dan angin surga, jadi jangan ada lagi deklarasi berisi pepesan kosong dan kritikan belaka.
Keberadaan KAMI membuat masyarakat malah makin pusing karena mereka hanya bisa berbicara tanpa ada bukti untuk menyelamatkan Indonesia. KAMI jangan berbicara atas nama rakyat karena yang diomongkan tidak berdasarkan fakta.
Masyarakat tidak bersimpati pada KAMI karena menganggap mereka hanya kumpulan orang yang haus perhatian.
Penulis aktif dalam Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini