Bandar Lampung, www.lampungmediaonline.com – Secara mikroanalisis, relativitas gerak maju pelaku ekonomi digital di Lampung, peluang dan kendalanya dalam turut mematangkan kesiapan Provinsi Lampung sebagai salah satu kandidat alternatif pusat pemerintahan RI hingga tenggat akhir tahun ini turut jadi pertimbangan penting Panitia Kerja (Panja) FGD DKI Lampung dalam mempertajam pisau analisis kajian ilmiahnya yang akan diserahkan pengusulannya kepada Kemen PPN/Bappenas RI.
Seperti diungkapkan Dr. Andi Desfiandi Alfian, S.E, M.A, analis ekonomi digital yang juga inisiator FGD DKI Lampung, saat dihubungi awak pers, kemarin [22-9]. Menurutnya, target menjadikan Indonesia pusat ekonomi digital ASEAN di tahun 2020 memiliki daya dukung bonus demografi bahkan hingga momentum 100 tahun Indonesia Merdeka di 2045, dimana penduduk Indonesia terbesar populasinya di ASEAN dan mayoritas berusia produktif. Juga karena anak muda Indonesia sangat kreatif merespons dinamika digitalisasi ekonomi dunia, terbukti banyaknya perusahaan e-commerce dan market place karya anak bangsa yang mendulang sukses.
“Lahir dan suksesnya aplikasi daring seperti Bukalapak, Tokopedia, Lazada, GoJek, Tokopedia, Blanja.com, dan sebagainya, bukti anak bangsa ini mampu memelopori rintisan kelahiran jutaan pelaku usaha ekonomi digital baru lainnya. Apakah itu seiring digitalisasi relasi sosial melalui kemerdekaan media sosial yang banyak diklaim sebagai pilar kelima demokrasi, ya seperti kita ketahui Indonesia pasar terbesar end-user jejaring media sosial Facebook, WhatsApp, BBM, Twitter, Instagram, dan lain-lain, atau memang sama sebangun dengan kebutuhan belanja ekonomi rakyat yang makin menuntut totalitas prasyarat cepat, tepat, akurat. Kualitas kemampuan melayani dari jutaan pelaku ekonomi digital ini nyata disadari telah andil besar menggerakkan roda perekonomian. Semua berproses mengikuti kebutuhan pasar. Bayangkan, 2015 saja nilai transaksi e-commerce Indonesia mencapai Rp300 triliun dengan kenaikan rata-rata 40 persen per tahun. Revolusi start-up, ini aset bangsa,” urainya.
Di mata ketua Yayasan Alfian Husin, yang concern di bidang pendidikan, kesehatan dan hukum sejak berdiri 1995 –membawahi Institut Informatika dan Bisnis (IIB) Darmajaya, SD Islam Terpadu Pelangi, Sekolah Darma Bangsa, Pondok Pesantren Annida, Darmajaya Corporation, RSIA Belleza dan LBH Darmapala ini, secara elementer pemerintahan Presiden Joko Widodo terlihat sungguh-sungguh memperhatikan dan mendorong tumbuh kembang ekonomi digital sebagai salah satu tulang punggung ekonomi masa depan. “Kini sudah ada 1500-an perusahaan start-up yang live in dan menjadikan Indonesia sebagai negara pengampu korporasi start-up terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan India,” terangnya.
Lebih lanjut, pria low profile yang juga Ketua Ikatan Alumni Universitas Padjadjaran (UNPAD) Komisariat Daerah Lampung ini menandaskan jika negara benar-benar hadir membangun tatalaksana ekonomi digital ini bahkan hingga skala industri kecil menengah (IKM). “Kita patut bangga, pemerintah jeli sekali baik melalui kementerian/lembaga (K/L), skema BUMN bahkan BUMD, hingga pelibatan swasta lokal maupun asing dalam merekonstruksi kapasitas infrastruktur dan juga ekosistem ekonomi digitalnya. Tren positif pertumbuhan pelaku start-up baru secara massif pun tak luput dari stimulan negara,” paparnya.
“Tak ayal, fenomena ekses Revolusi Industri keempat ini memaksa raksasa ekonomi digital dunia seperti Alibaba, Tencent, Amazon dan lainnya atur strategi khusus dan agresif untuk lakukan long-term investment di Indonesia,” tandas Wakil Ketua Dewan Riset Daerah (DRD) Provinsi Lampung ini.
Menurut pria berdarah Lampung-Minang yang baru-baru ini turut dilantik sebagai pengurus inti Asosiasi Penyelenggara Pendidikan Tinggi Indonesia (APPTI) ini, secara garis lurus, dengan berbasis pada best will negara dan seluruh komponen bangsa utamanya generasi milenial, ini merupakan tantangan baru sekaligus peluang emas Indonesia untuk bisa menjadi pemain utama ekonomi digital dunia dalam waktu tak lama lagi.
Bagaimana dengan Lampung? Andi optimis, sebagai salah satu daerah bergeopolitik strategis dan sebab itu tak lagi berlaku fatalis dengan hanya mengandalkan diri jadi zona transit Sumatra-Jawa dan sebaliknya, Lampung sangat potensial untuk menjadi salah satu pusat ekonomi digital di Indonesia. “Indikatornya surplus. Infrastruktur jaringan internet sudah cukup baik, zonasi jalur backbone pendukung program Indonesia Digital 2020 juga mayoritas sudah ‘hijau’, natalitas pelaku ekonomi digital tinggi angka sekaligus tinggi peminat, dukungan sistemik pemerintah daerah, serta jangan lupa, kesiapan sumber daya manusianya yang ultradinamis, mungkin buah manis status Lampung sebagai miniatur Indonesia juga, dan serapan nilai-nilai kearifan lokal yang taken for granted jadi potensi unggul sekaligus benteng terakhir efek negatif digitalisasi ekonomi itu sendiri,” sebutnya.
Andi juga memprediksi, selain sektor pariwisata, potensi SDM sektor ekonomi lokal Lampung akan terus tumbuh agregatnya bak cendawan di musim hujan. “Ini modal dasar yang sesuai relnya. Investasi sektor industri kreatif dan ekonomi digital akan bersinggungan positif sejauh daya dukung pembiayaannya terkapitalisasi. Hindari budaya instan, jaga muruah kearifan lokal, jangan gengsi, dan jangan cepat berpuas diri, ini kata kunci success story ekonomi digital baik di Lampung juga nasional. Bagi kelas menengah, inilah lumbung uang dan ladang amal,” pungkasnya. (lis/Red)